Bukit Jeddih dan Kolam Alaminya




Selesai mengeksplore tambang batu kapur Arosbaya, kami melanjutkan perjalanan menuju ke tambang batu kapur lainnya tapi dengan warna berbeda. Jeddih ya begitu sebuatannya, letaknya di kecamatan Socah atau sektiar 10 km dari pusat Kota Bangkalan. Kalo Arosbaya berwana coklat, Jeddih berwarna putih. Jarak dari Arobsaya ke Jeddih tidak terlalu jauh hanya sekitar 25 menitan. Akses jalan kesana juga sudah di aspal meskipun ada lubang di beberapa bagian, but so far masih dapat dilewati dengan nyaman. Saat ke tempat ini jangna lupa gunakan masker atau scraf ya gaes, soalnya untuk naik  bukitnya harus melewati area pertambangan dimana ada banyak kendaraan yang lalu lalang, walhasil debu bertebaran di mana-mana. Jika mata tak ingin kelilipan debu gunakan kaca mata juga.
 
Bekas tambang kapur

Di Jeddih ada dua pilihan apa ingin mengeksplore buktinya dulu atau kolam renang alaminya. Karena di sana terdapat kolam yang dulunya merupakan bekas galian batu kapur namun dari bekas galian tersebut muncul mata air sehingga kolam tersebut berisi air berwarna hijau  yang akhirnya dijadikan sebagai kolam renang oleh pengelola Jeddih. Untuk bisa masuk ke kolam tersebut kami harus membayar 15rb per motornya (2 orang). Namun kami tidak sempat masuk ke kolam renang ini karena hari sudah sore sehingga saya tidak dapat menggambarkan lebih jelas kondisi di dalam.

Penampakan kolam renang dari atas bukit

Bukan berendam di air alami, saya dan teman yang lain memilih untuk mengeksplore bukit Jeddih. Pemandangan di tempat ini benar-benar indah. Bayangkan betapa indahnya melihat putihnya gunung-gunung kapur berhiasakan birunya langit yang cerah pada saat itu. Naik lebih ke atas kita akan ketemu sebuah bukit yang dihiasi hamparan rumput hijau bak permadani, dan batu-batu besar di beberapa tempat. Di beberapa tempat ada pepohonan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk berteduh karena memang ditempat ini sangat panas di siang hari. Dari puncak bukit ini kita dapat melihat seluruh kota Bangkalan. Kita juga dapat melihat kolam renang Jeddih dari atas bukit ini.

Pepohonan di atas bukit yang bisa di jadikan tempat berteduh






Saat weekend tempat ini akan sangat ramai di kunjungi oleh orang-orang baik dari Madura atau luar Madura. Mungkin karena tempat ini merupakan tempat wisata baru sehingga membuat banyak orang penasaran untuk mendatangi tempat ini. Ada banyak spot menarik yang bisa kamu tempati untuk berfoto-foto bagi pecinta fotografi. Namun karena tempat ini cukup luas, maka harus pandai-pandai menentukan spot yang ingin di potret. Mungkin spot yang paling favorit adalah sebuah batu di atas puncak bukit dengan background kota Bangkalan, pinggiran bukit dengan background bukit kapur yang putih dan kolam renang, serta pohon-pohon rindang yang hijau. Mungkin aka nada spot yang lain karena saya sendiri tidak memiliki cukup waktu untuk mengelilingi bukit ini.

 (10 Mei 2015)








PESONA BUKIT KAPUR AROSBAYA

View Arosbaya

Sejak pertama kali melihat postingan di Jatim Backpacker saya sudah langsung tertarik ke tempat ini. Namun mendengar isu-isu negatif yang katanya banyak yang di begal, di bacok bahkan di bunuh oleh orang sana, akhirnya saya mencoba melupakan tempat ini dan menikmati keindahannya dari foto-foto di IG aja. Hingga suatu hari saya menemukan postingan (lagi2 di JB) ada yang mengadakan trip kesana, dengan semangat 45 saya mengacungkan tangan ingin ikut.Setelah berhasil mengajak beberapa teman-teman LMP akhirnya tanggal 10 pagi kami menuju ke gerbang Suramadu untuk bertemu dengan teman-teman JB.

Sekitar jam 9 teman-teman dari JB yang baru pertama kali saya temu akhirnya datang. Setelah berkenalan sayabaru tahu kalau mereka asli orang Madura. Pantes saja kemarin mas Wahid yang jadi korlap bolak-balik ngomong terima kasih sudah mau bergabung dengan grup mereka. Ini mungkin karena ada kaitan dengan hubungan orang Jawa dengan Madura yang kurang baik. Entah mulai dari mana dan entah penyebabnya apa dan entah itu benar atau nggak konon katanya orang Madura itu “jahat dan kejam” (maaf kata). 

Tapi saya secara pribadi kurang setuju dengan statement itu. Mungkin akibat perbuatan segelintir orang Madura aja lalu di generalisasikan ke semua orang Madura. Buktinya  teman-teman yang menjadi rekan seperjalanan saya kali ini asli orang Madura tapi mereka sangat baik dan begitu sopan. Jadi harus salahkan siapa? Tanyakan pada rumput aja.

Ini trip pertama saya yang merasakan diperlakukan bak tamu yang diperhatikan dan dilayani dengan sangat baik. Bolak-balik mereka meminta maaf karena kuatir jika kami tidak puas. Padahal saya pribadi sangat menikmati trip ini dan sangat puas, lagi pula ini adalah perjalanan share cost jadi seharusnya masing-masing bertanggung jawab dengan diri sendiri tanpa harus dilayani seperti open trip, saya jadi sungkan sendiri merepotkan mereka. Apapun itu intinya mereka teman seperjalanan yang begitu baik.

Setelah berkumpul kami pun memulai perjalanan dengan memasuki jembatan Suramadu yang merupakan jembatan penghubung antara Surabaya dan Madura. Saat malam hari jembatan ini tampak sangat indah karena dihiasi dengan lampu warna-warni, tapi di siang hari sangat biasa.Keluar dari jembatan Suramadu kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke Arosbaya (kab.Bangkalan) yang merupakan bekas tambang Batu Kapur.

 Untuk sampai di tempat ini hanya butuh 1,5 jam dari Surabaya. Cukup membayar parkiran per motor 5000 rupiah dan anda sudah bisa mengeksplore tempat ini. Tapi sebaiknya tetap berhati-hati dan wajib membawa teman yang asli Madura kesana karena memang masih rawan begal. Kami saja saat kesana sempat dimintai uang oleh seorang yang saya duga tukang tambang di sana. Beruntung ada teman yang bisa bahasa Madura sehingga semua bisa terselesaikan dengan damai.
Mencoba menaiki anak tangga mini bekas tambang

Berada di tempat ini serasa berada di tanah Mesir atau gurun-gurun di luar negeri yang terkenal dengan relik2 khasnya. Memang corak di tambang batu kapur ini dibentuk oleh tukang tambang bukan dengan sengaja, dan tanpa mereka sadari mereka meninggalkan corak yang khas yang pada hari ini menjadi salah satu objek wisata yang paling banyak menarik perhatian para fotografer atau traveller. Bahkan sekarang ramai dijadikan sebgai background praweding pasangan muda.
 
Salah satu spot seperti di dalam goa

Hasil jepretan foto-foto disini memberi kesan seakan-akan sedang berada di luar negeri. Warna coklat dari bekas tambang ini dihiasi dengan bekas tambangan yang berbentuk irisan-irisan kecil membentuk garis-garis lurus serta tangga-tangga kecil menambah keunikan dari tempat ini. Di beberapa spot memberi kesan seakan-akan kita sedang berada di dalam goa dengan cahaya sinar matahari yang menerobos ke bagian dalam goa. Tidak heran jika pertama kali melihat foto di IG saya langsung ngiler pengen kesini. Hingga akhirnya hari ini saya ada disini benar-benar gak rugi, malah untung pakai puooll. 
 
Jalan yang bisa di lalui kendaraan para penambang

Mau foto dari sisi manapun pokoknya semua spotnya keren gilaaaa… Satu lagi spot yang menunjukkan keagungan dan keindahan karya TUhan dan manusia dalam harmoni. Semoga aja tempat ini masih bisa di lihat oleh anak cucu di masa mendatang. Saya takut aja jika terus ditambang akan habis. Hehehe (hanya pikiran iseng saya).So sebelum semua habis di tambang sebaiknya anda segera kesana. Saya jamin datang ke tempat ini gak akan ada ruginya. Tinggalkan jejak tapi jangan tinggalkan sampahmu. Salam piknik.

(10 Mei 2015)   

Beberapa gambar :









Watudodol (Eksplor Banyuwangi 1 – 3 Mei 2015)




Di tengah perjalanan menuju Surabaya kami melewati sebuah tempat yang di kenal dengan sebutan “Watudodol”. Kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat di tempat ini. Watudodol ini merupakan salah satu icon yang paling terkenal di Banyuwangi. Di sebut Watu Dodol (batu yang liat dank era) karena konon dahulu kala batu tersebut mau dipindahkan dan dihancurkan tetapi tidak bisa meskipun segala upaya telah dilakukan. Di sana ada sebuah patung besar yang dikenal dengan sebutan Gandrung seperti seorang dewi yang konon katanya di saat malam hari bisa bergerak.


Dari tempat ini sebenarnya tinggal butuh waktu 1 jam untuk menyeberang dan sampai di Bali, sayangnya teman yang lain sudah kelelahan sehingga memilih untuk beristirahat di pinggir pantai saja. Akhirnya saya bersama beberapa teman memutuskan untuk naik perahu sekedar berkeliling di area pantai tersebut, cukup dengan membayar 5rb perak per orangnya. Menurut saya pantai ini lumayan indah, karena airnya jernih dan berwarna biru menarik hati untuk berenang. Di kejauhan tampak pulau-pulau kecil, salah satunya Pulau Menjangan yang saya datangi di waktu lalu. Selain itu lautan ini juga dihiasi oleh kapal-kapal feri yang menyeberang dari pelabuhan Ketapang.

Setelah menepi, kami pun mencari warung untuk mengisi perut. Saat menuju warung tersebut saya menemukan sebuah akar pohon yang lumayan bagus untuk spot berfoto-foto. Akhirnya setelah saya berfoto teman-teman yang lain pun berebutan untuk foto di tempat tersebut.  Sambil menanti makanan kami tak hentinya bersenda guaru. Kebersamaan seperti ini yang saya sukai dari sebuah perjalanan. Taka da kesedihan yang ada hanya tawa bersama teman-teman seperjalanan. Meskipun lelah, tapi masih bisa tertawa dengan lepas.

Warung tempat kita makan dan berbagi tawa

Selesai makan kami pun melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Di tengah perjalanan kami melewati area hutan-hutan yang merupakan kawasan luar dari Baluran (baru tahu kalo baluran itu hutan :D). Di kiri kanan jalan hanya ada pepohonan dan monyet-monyet yang bergerak lincah dari satu pohon ke pohon lain, sesekali mengamati kami yang lewat. Kata temenku karena sering ada monyet yang menyebrang jalan, maka kami harus hati-hati saat melewati kawasan ini. Jangan sampai ada yang tak sengaja terlindas oleh kendaraan kami.Keluar dari kawasan perhutanan kami pun mulai menambah kecepatan karena tidak sabar ingin segera membaringkan badan yang mulai kelelahan.

Surfing di Pantai Grajagan (Eksplor Banyuwangi 1 – 3 MEI 2015)

LMP Crew
Hari kedua sekaligus hari terakhir di Banyuwangi kami memilih untuk menjelajah tempat yang searah dengan jalan pulang. Rencana awal kami akan ke Pantai Grajagan lalu ke Baluran. Setelah kami semua siap, sekitar jam 8 kami pun berangkat menuju ke Pantai Grajagan atau yang di kenal dengan sebutan G-land-nya Banyuwangi.Karena di pantai ini ombak lumayan besar sehingga oleh bule atau pecinta surfing di manfaaatkan sebagai arena surfing. Saya pun terkagum-kagum melihat anak kecil di sana yang masih berumur di bawah 10 tahun dan sudah mahir berdiri di atas papan seluncur air tersebut.

With Mas Andre

Gak Tau Surfing jadi megang papannya aja

Sekilas pantai ini tidak terlalu menarik menurut saya, karena airnya yang tidak terlalu biru dan pasirnya yang berwarna hitam sehingga memberi kesan kotor.Tapi mungkin karena ombaknya yang besar sehingga banyak yang tertarik ke tempat ini. Selain itu di sudut kiri dari pantai ini terdapat bukit sehingga kita bisa melihat pantai dari atas sana. Tapi saat itu saya bersama evi memilih mengeksplore sisi bagian kanan yang harus menyeberangi aliran sungai kecil.Di sisi kanan ini terdapat jejeran batu karang berwarna hitam yang tampak kokoh meski dihempas ombak berkali-kali.Tujuan kami ke tempat ini sebenarnya karena ingin mengambil gambar dari atas perahu yang sedang di tambatkan oleh nelayan.Tapi niat belum kesampaian dan hujan sudah turun dengna derasnya.Akhirnya kami memutuskan kembali ke pendopo tempat kami berkumpul.

Bersama travelmate... Evi Chiya
Mari bobok sambil nunggu hujan berhenti
Setelah selesai bermain air dan mengambil beberapa gambar kami pun bergiliran berganti pakaian. Saat saya sedang menunggu antrian, saya menyempatkan diri mengobrol dengan ibu penjaja makanan disana. Menurut ibu tersebut Pantai Grajagan ini sudah mulai sepi. Di tahun-tahun sebelumnya pengunjung yang berdatangan lebih banyak sampai-sampai beliau bisa menjual Mie Cup sebanyak 20 dos dalam sehari (±480 cup). Tapi sekarang karena sudah banyak pantai serta tempat wisata baru yang di promosikan sehingga sehari tidak sampai 2 dos yang bisa belaiu jual. Memang saat ini pemerintah Banyuwangi sedang semangat-semangatnya mempromosikan objek wisata baru di Banyuwangi sehingga orang-oran gmemilih mendatangi tempat baru untuk memenuhi rasa penasaran. Setelah selesai berganti pakaian, kami breafing sejenak.Dari hasil meeting singkat itu akhirnya diputuskan untuk men-skip destinasi ke Baluran dan langsung kembali ke Surabaya karena waktu yang tidak mencukupi.

Pantai Pulau Merah (1 – 3 MEI 2015)


Selesai trip dari Kawah Ijen, kami berencana langsung melanjutkan perjalanan ke Pantai Pulau Merah.Namun beberapa teman mulai kelelahan sehingga kami akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah teman tempat kami menginap untuk beristirahat sejenak.Sore hari kami pun bersiap-siap menuju Pulau Merah.Sayangnya saat itu cuaca kurang mendukung, langit tiba-tiba menjadi mendung dan hujan deras.Beruntung hujannya segera berhenti dan menyisakan gerimis saja, sehingga kami punya kesempatan untuk mengeksplore Pantai Pulau Merah sejenak.

Dari sudut manapun, pantai ini memang keren. Apalagi di sana sudah disediakan tempat duduk lengkap dengan tenda merahnya. Entah karena pasirnya yang tampak kemerahan atau karena kanopi yang menghiasi berwarna merah sehingga pantai ini di sebut Pantai Pulau Merah.Yang pasti tempat ini cocok di sebut Pantai Merah.

Sayang mendung :'(
Di tengah-tengah lautan berdiri dengan kokoh sebuah batu karang yang besar dan menjadi salah satu icon pantai ini. Di pantai ini ombaknya lumayan besar jadi jika ingin berenang perlu berhati-hati.Jikak memiliki kesepatan lebih banyak untuk menjelajah pantai merah ini anda harus menelusuri area yang agak menjorok ke dalam lautan. Di sana terdapat jejeran batu-batu karang yang sesekali di hempas oleh kerasnya ombak dan menghasilkan percikan-percikan air. Rasanya kan lebih nikmat jika bisa merasakan butiran-butiran hempasan ombak itu di tubuh ini. Konon katanya di bagian dalam dari pantai ini lebih indah lagi. Sayangnya saat itu hari mulai gelap dan hujan mulai deras sehingga kami memutuskan untuk kembali ke penginapan.

Katanya sih ini gaya TOraja hahaha

Numpang Narsis yaa
Jejeran terop merah di pulau merah



Kawah Ijen dengan Asap Putih dan Danau Hijaunya



Kali ini saya mau share pengalaman naik motor terjauh bersama teman-teman LMP yang pernah saya lakukan sejauh ini (8-10 jam). Sabtu siang sepulang kerja, saya dan evi menuju ke daerah Waru sebelum capcus ke Aloha  untuk bertemu dengan teman (baca: Andre & Martinus) yang akan membonceng kami untuk trip kali ini.  Sekitar jam 2-an masih kurang 1 orang yang belum datang tapi kami memutuskan lanjut ke meeting point berikutnya yaitu pom candi, setelah semua pasukan lengkap kami pun meneruskan perjalanan ke daerah Krian menjemput teman yang terakhir.

MT. PENANGGUNGAN 1653 m dpl (25-26 April 2015)


Setelah berhasil melangsungkan pendakian yang pertama ke Panderman , pendakian ke dua pun di mulai. Kali ini saya memilih ikut trip ke Penanggungan karena konon katanya tracking gunung ini paket lengkap, jadi sangat tepat dijadikan sebagai pemanasan sebelum ke Semeru. Bahkan seorang teman berkata “kalau kamu sudah berhasil sampai di puncak Penanggungan, sudah dapat di pastikan kamu bisa ke Semeru”, entah benar atau tidak. Pendakian kali ini disponsori oleh teman-teman Bedes Gunung yang gokilnya gak ketulungan, bikin trip semakin asik dan nge-hits. 

Tanggal 25 malam, Evi, Chancink dan saya menuju ke meeting point di daerah stasiun waru. Setelah menunggu cukup lama akhirnya Riyu bersama teman-teman yang lain pun berdatangan dan kami start sekitar jam 8 malam menuju ke daerah Trawas. Sekitar jam 10 kami tiba di daerah UTC (Ubaya Training Center) lalu memarki motor kami di t4 parkir yang sudah di sediakan . Setelah breafing dan berdoa kami pun memulai pendakian kami sekitar jam 11.30 malam.

Di awal pendakian meski berbatu-batu namun jalanan masih cukup lebar dan datar. Semakin ke dalam hutan, tracking mulai mendaki dan berkelok-kelok. Namun sepanjang perjalanan kami banyak bertemu dengan pendaki lain, di sana-sini terdengar gurauan dari pendaki lain. Meskipun tidak mengenal rombongan lain tapi kami selalu menyapa satu sama karena sudah menjadi tradisi bagi para pendaki untuk sekedar menyapa dan say “permisi”, “monggoh”, “ayo semangat puncak sudah dekat”, dan kata-kata penyemangat yang lain.

Puluhan Tenda di Puncak Bayangan
Setelah berjalan kurang lebih 3 jam kami melihat di kejauhan tampak sekumpulan cahaya dan suara yang sangat ramai bak pasar tradisional, dan ternyata itu adalah puncak bayangan. Sesampai di puncak bayangan saya kaget melihat berpuluh-puluh tenda warna-warni yang sudah berdiri dengan tegak. Bahkan untuk lewat di antara tenda saja cukup sulit saking sesaknya. Sambil menunggu teman yang lain kami berisitirahat sejenak, menggelar matras dan membaringkan badan. Udara di tempat ini sangat dingin, bahkan dengan baju yang sudah berlapis-lapis angin tetap terasa menusuk di kulit.

Gak dapat sunrise eksisnya sama bendera aja
Saat teman yang lain sudah berkumpul, ada yang menyarankan untuk lanjut ke Puncak Penanggungan, tapi berhubung yang lain sudah tidak kuat menahan kantuk (termasuk saya) kami akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda di puncak bayangan. Agak sulit memang mencari tempat yang kosong sehingga kami harus naik agak ke atas menjauhi perkumpulan para pendaki di puncak bayangan. Setelah tenda berdiri, kami para cewe di suru masuk dan tidur di tenda sementara cowo2 terpaksa tidur di luar karena kapasitas tenda terbatas. Tidur 2 jam lebih sudah cukup untuk menghilangkan kantuk dan memulihkan tenaga. Saya pun keluar tenda berharap menemukan sunrise, sayangnya semua tertutup awan sehingga sunrise pun tak kelihatan. Beruntung pemandangan di sekeliling saya benar-benar indah sehingga tak henti bibir ini mengucapkan syukur karena diijinkan TUhan berada di tempat ini untuk memandang lebih dekat keajaiban Karya-Nya.


Menuju Puncak 
Masih Menuju Puncak

Jalannya harus merangkak bro...


Sekitar jam 6 kami pun memulai pendakian menuju Puncak Penanggungan. Jika semalam saya dan Evi bertanya-tanya mana tracking yang dimaksud susah dan harus merangkak? Ternyata oh ternyata tracking menuju Puncak sesungguhnya yang di maksud. Jadi sepanjang perjalanan tidak ada tempat yang datar, semua menanjak dan berbatu-batu sehingga harus merangkak dan ekstra hati-hati. Karena harus merangkak dan kurang waspada, tanpa sengaja saya menyentuh ulat bulu, walhasil jari-jari tangan saya langsung gatal-gatal.

Aku di Puncak Kawan
Sudah di puncak, gak Afdol kalo gak ada drama

Gilang in frame
 Setelah berjalan (kebanyakan merangkak) selama 1 jam akhirnya saya tiba di puncak yang sesungguhnya. Pemandangan di puncak ini benar-benar indah, serasa berada di negeri di atas awan. Sejauh mata memandang tampak putihnya awan yang menggumpal. Di kejauhan tampak puncah gunung (entah arjuno atau yang lain). Benar-benar merasa beruntung memutuskan untuk terus naik ke tempat ini. Setelah mengabadikan beberapa bagian di puncak ini, kami pun bersegera turun kembali karena sudah ke laparan. Dalam hati, saya berharap bisa datang kepuncak Penanggungan ini lagi dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengeksplore setiap sudutnya.


Barbie Naik Gunung
Puncak Bayangan di Siang hari 
Background Puncak Pawitra

Sesampai di puncak bayangan, teman-teman yang di bawah mengajak untuk makan. Sambil makan kami terus bercanda dan tertawa terbahak-bahak mendengar setiap lelucon yang di lontarkan oleh teman-teman Bedes. Kebetulan dalam rombongan ini hanya ada aku & evi yang merupakan orang Toraja sehingga di bully habis-habisan oleh mereka. Apapun itu kami betul-betul menikmatinya. Terima kasih kepada mereka yang sudah mengijinkan kami ikut dalam perjalanan kali ini.

Bersih-bersih sebelum pulang

Sampahnya kami bawah pulang kok




Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo