Setelah
berkali-kali mengeksplore keindahan pantai yang biru, kali ini saya akan
membeberkan pengalaman menelusuri keindahan air tapi yang lebih tenang dan berwarna
hijau. Bersama 6 orang teman dengan mengendarai motor kami menuju ke daerah
Probolinggo. Untuk jalurnya sendiri saya kurang paham, tapi yang saya ingat
adalah kami melewati jalur menuju ke arum jeram Songa dan terus menuju ke kecamatan Tiris. Karena
memilih untuk touring malam, kami sempat tersesat sehingga harus putar balik
setelah menanyakan pada masyarakat setempat.
Untuk kondisi jalan, jangan tanyakan. Karena masih dalam proses
perbaikan jalan makadamnya benar-benar jelek. Bokong yang duduk di atas
sadelpun keram dan badan serasa remuk melewati jalan berbatu-batu yang sangat
kasar.
Waktu
melihat plakat Ranu Agung hati rasanya sangat lega. Saat kami tiba tempat ini
sudah sangat sepi, tidak ada aktivitas apapun. Mungkin karena sudah tengah
malam sehingga udara terasa begitu dingin dan sedikti mendirikan bulu kuduk. Kami
lalu membangunkan ibu di sebuah warung sekaligus numpang buang air kecil. Kami
ngobrol sebentar dengan ibu pemilik warung lalu diarahkan untuk memarkirkan
motor di rumah warga. Karena di tempat ini belum ada tempat khusus untuk
parkiran.
Dari
parkiran dan dengan penerangan seadanya dari HP dan powerbank kami berjalan ke
bawa menyusuri jalan setapak menuju ke danau Ranu Agung. Karena dipenuhi oleh
pepohonan, jalan yang kami lewati benar-benar gelap. Beruntung saat itu tidak
hujan sehingga tanah yang kami tempati berpijak tidak begitu licin. Sebelum
sampai di bawah kami melewati sumber air, teman-teman pun mengisi jirgen untuk
keperluan masak karena dibawah tidak ada sumber air bersih.
Sesampainya
di danau, tampak 2 buah tenda yang sudah berdiri lebih dahulu. Terdengar suara
anak muda sedang menyanyi sambil memetik gitar dan beberapa lainnya berterik
dan tertawa menggaduhkan suasana yang tadinya hening. Tidak membuang waktu
teman-teman segera mendirikan tenda. Karena saya dan evi tidak tahu caranya
maka kami hanya bisa membantu memegangi senter. Setelah 3 tenda berdiri dengan
kokoh, kami pun menggelar tikar didepan tenda dan menghadap langsung ke danau
yang tampak sangat gelap hanya terdengar percikan kecil dari air. Untuk
menghalau dingin kami memasak air dan menyeduh kopi serta memasak mie instan
mengisi perut yang lapar. Karena mulai merasa kedingian evi dan saya segera
masuk ke dalam tenda dan berencana untuk istirahat, tapi setelah merasakan
hangatnya berada di dalam tenda rasa kantuk hilang dan kami mulai mengobrol
cukup lama hingga tak sadar siapa yang tertidur duluan.
Saya terbangun
ketika mendengar beberapa teriakan dan tawa dari beberapa orang yang beradu
dengan bunyi air. Saat keluar dari tenda rupanya sudah cukup terang. Saya
terkesima melihat didepan mata tampak pemandangan yang begitu luar biasa.
Sekumpulan air yang berwarna hijau dipagari oleh dinding batu yang kokoh. Di
tengah-tengah danau tampak beberapa remaja yang sedang bermain rakit sambil
tertawa terbahak-bahak menikmati percikan air yang mengenai mereka. Rupanya
mereka sedang berlomba saling mendahului satu sama lain. Melihat mereka begitu
menikmati bermain rakit, tak sabar rasanya ingin segera merasakan sensasi yang
sama.
Berakit-rakit sendiri tak mengapa |
Berakit berdua juga boleh |
Pernah merasakan sensai baca buku di tengah danau? |
Setelah
minum susu hangat dan sepotong roti, kami pun dengan semangat menaiki rakit
yang sudah tidak dipakai oleh segerombolan remaja tadi. Pertama kali naik, hmm
sedikti serem juga membayangkan gimana kalo misalnya rakit oleng dan kami jatuh
kedalam air. Maklum saya tidak bisa berenang, sekali nyemplung kemungkinan
terbesar ya sampai dasar. Tapi teman-teman yang lain meyakinkan kalo rakitnya
kuat dan gak bakalan jatuh. Beberapa menit diatas rakit membuat saya nyaman dan
udah malas balik ke darat. Teman-teman yang lain pun join dan kita
berakit-rakit bersama menuju ke ujung danau yang satu sambil bernyanyi dan
tertawa terbahak-bahak. Semakin mendekati dinding batu, semakin terasa
keheningnan dari tempat ini. Jika kami tidak mengeluarkan suara, suasananya
benar-benar sepi cocok untuk tidur siang. Ahh suasana seperti ini yang selalu dirindukan
kalo sudah penat dengan kesibukan pekerjaan dan aktifitas lainnya. Itu mungkin
kenapa sampai ada ucapan “lagi butuh piknik” kali.
Karena
matahari semakin tinggi dan semakin menyengat, kami lalu memutar arah dan bali
ke tepian setelah menyelamatkan rakit yang entah hanyut terbawah arus atau
ditinggal begitu saja oleh pemakainya. Yang pasti kami membawa rakit itu
kembali ketepian biar bisa digunakan oelh orang lain yang mungkin lagi butuh. Sesampainya
ditepian kami pun mulai membongkar tenda dan membereskan barang-barang. Semua
sampah yang tersisa kami pungutin satu per satu, seakan-akan tak ingin satu
jejakpun yang tersisa sebagai bukti kalo kami pernah kesini. Setelah semua
selesai kami lalu kembali berjalan ke atas menuju parkiran dan mengambil motor
lalu pulang menuju Surabaya.
TERKADANG KITA PERLU MENJAUH HANYA
UNTUK TAHU MAKNANYA PULANG