Nongkrong Manis di Pantai Papuma


Setelah berdiskusi dan bergalau ria cukup panjang antara langsung pulang ke Surabaya atau ke pantai akhirnya diputuskan untuk menuju ke Pantai Papuma. Sebenarnya ini merupakan ketiga kalinya saya ke pantai ini, namun karena tidak ada pilihan lain akhirnya saya ikut. Sesampai di pantai disana sudah tampak begitu banyak kendaraan yang di parkir dan ada banyak orang  yang berlalu lalang. Saya sendiri memilih untuk menikmati desiran angin dan gulungan ombak di tepi pantai, sementara teman-teman yang lain menuju ke sebuah bukit tempat untuk melihat Pantai Papuma dari ketinggian.

Tiga kali saya ke tempat ini, tiga kali pula dengan suguhan pengalaman dan pemandangan berbeda. Kebetulan untuk yang ketiga ini air laut surut sehingga batu karang disepanjang bibir pantai tak tertutupi oleh air laut dan memperikan penampakan yang sangat indah untuk  dinikmati. Sebuah karang besar yang berada di tengah-tengah laut dapat didatangi dengan melewati beberapa karang-karang kecil.


Sementara mengamati lalu lalang orang-orang yang kebanyakan membawa tongsis, mata saya tertuju pada 2 wanita lanjut usia yang mengenakan baju kebaya sedang berjalan cepat menuju bibir pantai. Tiba-tiba saja beliau bergaya bak seorang model. Dan ternyata, mereka minta di fotoin oleh seorang pria muda yang kemungkinan cucu  mereka. Wuah..wuah.. memang kita hidup di dunia di mana selfie, groufie, wefie dan fie fie yang lain merupakan hal yang lumrah tanpa mengenal usia. Salut sama beliau berdua yang terus berjiwa muda. Umur boleh menua tapi semangat tetap muda.


Sudah datang ke tempat ini, sepertinya sayang kalau tidak mengabadikan keindahannya, apalagi saat itu langit sangat cerah berwarna biru. Akhirnya saya melangkahkan kaki menuju sebatang pohon yang sengaja di tanam oleh warga di sana entah sekedar hiasan atau ada maksud lain. Setelah mengambil beberapa gambar saya bersama evi menuju ke batu karang dan mengambil beberapa gambar di sana. Selesai fota-foto, kami pun bersegera berberes-beres lalu kembali ke Surabaya.

(15 – 17 Mei 2015)






Tancak Tulis: Air yang jatuh dari langit



Ada tanggal merah yang kejepit rasanya sayang kalo hanya ngetrip di dalam kota, so my backpacker mate (baca: Evi) dan saya memutuskan untuk ikut ajakan teman ngetrip ke Jember. Planning awal harusnya kami ke Tancak Tulis, sebuah gunung dan Pantai Payangan, namun apa daya ternyata teman-teman trip saya kali ini tak tahan trip jauh akhirnya beberapa tempat di skip. Seperti itulah jika bepergian dengan banyak orang, harus belajar mengalahkan ego demi kebaikan dan kepentingan bersama karena prinsipnya dalah “safety first”.



Setelah bertemu di mepo (baca: meeting point) POM bensin Aloha kami pun memulai trip kami jam 11 malam.  Sekitar jam 3 subuh kami tiba di sebuah POM bensin dan memutuskan beristirahat dan tidur disana. Saat hari mulai terang kami pun bersiap-siap melanjutkan perjalanan menuju kota Jember. Di perjalanan tampak sunrise yang sangat indah, sayang saya hanya memotret dari atas motor sehingga gambarnya tidak terlalu bagus. 




Setibanya di kota Jember, kami pun mampir di sebuah warung makan yang menyediakan nasi pecel dan rawon yang lumayan nikmat, namun harganya juga nikmat dan kurang bersahabat untuk kantong backpacker. Selesai mengisi perut kami langsung menuju ke Kecamatan Tanggul lokasi Air Terun Tancak Tulis  yang konon katanya merupakan yang tertinggi di Jember.

Memasuki lokasi Tancak Tulis kami disuguhi dengan pemandangan pedesaaan yang masih asri tapi jalan yang berlubang-lubang. Jadi kecepatan harus dikurangi jika tidak ingin terperosok ke dalam lubang. Mendekati pos pembayaran jalanan semakin berbatu tanpa aspal. Setelah membayar retribusi 5 ribu per motor (2 orang) kami pun menuju parkiran motor kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan mata kami disuguhi pemandangan yang indah dari kebun kopi karena di sana terletak Agro Wisata Kopi Kebun Gunung Pasang.


Setelah berjalan ± 1,5 jam melewati perkebunan kopi dan beberapa aliran sungai Air tancak tulis, saya sampai ke sebuah tebing. Kemiringannya sekitar 80 derajat sehingga untuk naik ke tempat ini harus menggunakan sebuah tali. Saat menaiki tebing ini harus ekstra hati-hati karena cukup licin. Beruntung saat itu ada tiga orang pria  tak dikenal yang bisa membantu saya menaiki tebing tersebut, karena gerombolan saya sudah jauh tertinggal dibelakang.Berhasil menaiki tebing dari sudah terdengar deru tumpahan air dari ketinggian. Dan benar saja tak sampai 5 menit dari kejauhan Tancak Tulis sudah terlihat. Benar-benar indah dan bagaikan air yang jatuh dari langit. Di kiri kanan tampak rimbunnya pepohonan dan daun-daun yang bergoyang-goyang terpercik air dan angin dari Tancak Tulis


Awalnya saya tidak berencana untuk mendekat ke lokasi air terjun karena tak ingin basah. Namun keindahan tempat ini benar-benar menggoda saya untuk bermain air, sehingga akhirnya saya menyerah dan berlari menuju sebatang pohon tumbang untuk mengambil gambar dan sekedar merasakan percikan air yang benar-benar segar. Sesampai di tempat ini rasa capek benar-benar hilang terpuasakan dengan keindahan air terjun di tempat ini. Menurut saya Tancak Tulis cocok di sebut air yang jatuh dari langit karena benar-benar tinggi sehingga bagai air yang di tumpahkan dari langit.


Puas mengambil gambar dan bermain air, kami pun bersegera menuju ke bawah untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Tak lupa teman-teman saya mengingatkan untuk memungut sampah yang mungkin tak sengaja dijatuhkan. Bahkan saya salut kepada beberapa teman yang dengan rela memungut sampah yang dibuang oleh orang lain dan membawanya turun sampai keparkiran lalu di buang di tempat yang sepantasnya yaitu tempat sampah.Yeah, kemanapun kamu pergi jangan lupa bawa kembali sampahnya dan buang pada tempatnya. Salam piknik

(15 – 17 Mei 2015)









QUOTES:
SAMA SEPERTI KEINDAHAN ALAM, TEMAN SEPERJALANAN YANG BAIK JUGA MEMPERKAYA JIWA.
WAKTU HIDUP TAK PANJANG, BERSAHABATLAH....
Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo