TRIP DADAKAN KE AIR TERJUN SUMBER PITU


Sumber Pitu

Hola good people…

Pengen cerita dikit pengalaman ke Sumber Pitu hari Minggu kemarin (8 Mar 2015).
Seperti judulnya ini trip dadakan, karena trip ke ijen yang sudah direncanakan dari jauh-jauh hari dibatalin sama yang empunya hajat. Gak mau bersedih lama-lama saya mulai searching di grup-grup backpacker di FB dan akhirnya saya temukan sebuah group “Langkah Kaki Backpacker Surabaya” ada postingan kalo tanggal 07-08 mereka akan berangkat ke Sumber Pitu.

Tanpa perlu pikir panjang saya langsung menghubungi adminnya dan beliau (baca: David) dengan senang hati menyambut diriku. Setelah mengajukan berbagai pertanyaan termasuk apakah ada cewe yang ikut (secara ini pertama kali ikut trip komunitas bacpacker dan lagi-lagi tanpa kenalan seorang pun), dan jawab yang diberikan sangat memuaskan akhirnya saya bersama roommate (baca: Evi) membulatkan hati untuk ikut serta.

Menanti pagi di Alun-Alun Batu

Singkat cerita malam hari jam 23.00 kami kumpul di Hoky Darmawangsa, sambil nunggu yang lain kita ngopi dan ngobrol sekalian kenalan dengan teman baru. Setelah semua pada ngumpul (total 11 motor), tepat jam 01.00 kita langsung berangkat ke Batu, Malang. Karena kita berangkat malam jadi gak ada kendala yang terlalu menghambat, hanya saja di tengah jalan kita harus berteduh karena hujan.


Pusat Informasi 

Sesampai di alun-alun Batu jam menunjukkan kurang lebih 04.00, kami beristirahat sebentar sambil menunggu teman-teman yang lain yang sedang sholat.

Sekitar jam 05.50 kami meneruskan perjalanan ke Dusun Tulungrejo, desa Pujon Kidul. Setelah melewati patung Tugu Sapi terdapat pertigaan, kami lalu belok kiri dan terus menapaki jalan yang di cor seadanya untuk mencari pusat informasi mengenai Sumber Pitu. Sekitar jam 06.30 kami tiba disana, dan mengambil waktu untuk beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan ke Sumber Pitu yang harus di tempuh dengan jalan kaki.

Kurang lebih jam setengah 9 kami mulai siap-siap untuk berangkat ke air terjunnya, tidak lupa untuk berdoa bersama-sama dan membayar retribusi sebesar 15ribu. Untuk bisa sampai ke Sumber Pitu kami harus melewati daerah perbukitan yang aksesnya menurut saya lumayan ekstrim (kiri-kanan jurang). Apalagi pada saat kesana lagi musim hujan dan di satu titik ada bekas longsoran semalam sehingga kami harus berpegangan pada tali seadanya yang di sediakan oleh pengelola disana. Yang cukup menghibur adalah sepanjang perjalanan kita disuguhi dengan pemandangan yang mempesona, seperti kebun buah-buahan, sayur-sayuran, cabe-cabean, serta gunung dan lembah yang tertutup awan putih.

Air tejun Coban Tunggal
Waktu tempuh kami yang awalnya diperkirakan hanya 1 jam ternyata molor jadi 1,5 jam. Pertama kali kita akan di sambut oleh air terjun yang cukup besar. Udara di sekitar tempat ini begitu segar dan bunyi air benar-benar menenangkan.  Airnya begitu jernih dan sangat dingin saat saya melepaskan sepatu dan mencoba mencelupkan kaki di air. Untuk bisa sampai ke puncak Sumber Pitu kami harus melewati medan yang lebih sulit lagi karena harus memanjat tebing yang curam dan hanya dengan bantuan tali seadanya. Sesampai di Sumber Pitu dan melihat betapa indahnya harmoni alam antar beningnya air terjun dan hijaunya pepohonan di sekitarnya, membuat rasa lelah hilang seketika. Tempat ini disebut Sumber Pitu karena ada 7 sumber mata air terjun di tengah-tengah hijaunya pepohonan. Tempat ini masih sangat alami dan cukup terjaga dari tangan kotor manusia yang suka membuang sampah sembarangan.

Setelah puas foto-foto sana sini kami pun kembali ke Pusat Informasi. Perjalanan pulang ternyata lebih berat karena sebelumnya hujan dan sudah banyak di lalui oleh orang-orang sehingga jalanan menjadi begitu licin. Hampir dari semua rombongan kami terpeleset karena saking licinnya. Saran saya jika ada rencana untuk explore Sumber Pitu, gunakan sandal atau sepatu yang anti licin. Usahakan berangkat subuh sehingga tiba di Pusat Informasi pagi hari dengan begitu ada banyak waktu untuk explore Sumber Pitu. Karena saat kami kesana ada rombongan yang baru datang sekitar jam 2, tapi oleh pengurus disana sudah tidak diperbolehkan.
Sekian share dari saya, semoga bermanfaat.



Jalan menuju Sumber Pitu







Akses jalan ke SUmber Pitu
Untuk naik ke Sumber Pitu harus
 dengan bantuan tali seadanya
Sumber Pitu

Part II: Jelajah Bromo (28 Feb – 01 Mar 2015)


Penampakan dari Bukit Cinta
Gagal melihat Sunrise karena tertutup awan, tidak membuat kami berlama-lama merasa sedih karena kami tahu masih ada banyak spot lain yang tidak kalah mempesona. Kami pun melanjutkan langkah kaki menuju ke pasir berbisik. Dalam perjalanan kesana, kami melewati tempat yang namanya Bukit Cinta. Pemandangan dari sini benar-benar keren. Sebuah gunung yang di kelilingi oleh awan putih benar-benar tampak serasi.


Teman seperjalanan

Eksis dengan tongsis di Bukit Cinta



Selesai jepret-jepret kami melanjutkan ke destinasi berikutnya yaitu pasir berbisik. Karena saat kami kesana lagi musim hujan, pasir berbisiknya tidak terlalu menarik sehingga kami hanya mengambil sedikit gambar lalu menuju ke Tenger tempat kawah Bromo berada. 


Pasir Berbisik
Masih di Pasir Berbisik





Jejeran jeep yang berbaris rapi















Saat kami tiba, disana sudah begitu ramai dipenuhi oleh pengunjung dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri juga banyak. 
Berpuluh-puluh mobil jeep warna-warni sudah berbaris dengan rapi di sisi berlawanan dengan kawah Bromo. 
Tangga menuju puncak kawah
Kuda coklat, hitam putih juga bertebaran di sana-sini menghiasi padang pasir menambah keramaian hari itu. 
Saat turun dari jeep aroma pasir bercampur kotoran kuda langsung tercium, disini manfaat dari masker untuk segera digunakan, jadi jangan lupa bawa masker. 
Angin yang cukup kencang juga sering membawa butiran pasir, so jangan lupa gunakan kaca mata jika tidak ingin mata kemasukan pasir.





Kawah Bromo yang mengeluarkan asap belerang


Untuk naik ke puncak kawah ada 2 alternatif, bisa berjalan kaki atau naik kuda dengan biaya 50-100 ribu tergantung dari kemampuan menawar kita. Tapi berhubung kami semua masih muda, kami memilih untuk berjalan kaki yang membutuhkan waktu sekitar 45-60 menit. Sesampai di atas kawah, aroma belerang begitu menusuk hidung sehingga menyebabkan kami semua batuk-batuk. Sangat tidak dianjurkan bagi yang memiliki gangguan pernafasan untuk naik ke puncak kawah ini. Baru 5 menit berada di atas, kami menyerah dan akhirnya memilih untuk turun karena aroma belerang yang begitu kuat membuat kami susah untuk bernafas.




Sesampai di bawah kami langsung memesan makanan untuk mengisi perut kami. Pilihan menu yang tersedia sangat minim hanya ada rawon, nasi pecel dan mie instant. Meskipun sederhana tapi rasanya benar-benar nikmat. 

Selesai makan kami pun langsung berangkat ke destinasi berikutnya yaitu Bukit Teletabis. Untuk mencapai Bukit Teletabis kami melewati gurun pasir yang panjang dan benar-benar gersang. Saya sempat merasa heran bagaiman bisa driver mobil mengetahui jalan-jalan yang harus di lalui karena sejauh mata memandang hanya ada pasir tanpa penunjuk jalan. Tempat ini benar-benar cocok untuk dijadikan tempat pengambilan gambar film-film koboy ala barat. Di beberapa spot tampak juga pasangan-pasangan yang sedang melakukan foto prawedding. 

Mendekati Bukit Teletabis, pemandangan yang tadinya coklat dan gersangan perlahan berubah menjadi hijau. Di bagian yang lain tampak jejeran bunga berwarna kuning dan berwarna ungu yang konon katanya dijadikan sebagai bahan untuk membuat minyak telon. Sesampai di Bukti Teletabis sejauh mata memandang semuanya benar-benar hijau bagaikan hamparan permadani. Berada di tempat ini benar-benar membuat saya takjub dengan Maha Karya Sang Pencipta. Betapa beruntungnya saya lahir di negri Indonesia ini. Rasanya ingin berguling-guling di bawah hamparan hijau itu, sayangnya waktu yang singkat tidak memungkinkan. Puas menikmati hijaunya Bukit Teletabis, kami pun bersiap-siap untuk pulang ke posko awal (rumah Si bapak). Dalam perjalanan pulang kami melewati hamparan ilalang berwarna putih. Gak mau melewatkan kesempatan untuk berfoto di tempat cantik itu, kami pun meminta kepada Si Bapak untuk menghentikan mobil sejenak demi mengabadikan pemandangan ini. Setelah merasa cukup jepret kanan, jepret kiri kami pun bersegera menuruni gunung Bromo menuju ke titik awal tempat mobil kami di parkir.
Sesampainya di rumah Si Bapak kami beristirahat sejenak sebeum berpamitan karena akan melanjutkan perjalanan menuju ke Air Terjun Madakaripura.


Amazing Bukit Teletabis






Part I: Jelajah Bromo (28 Feb – 01 Mar 2015)



Hay good fren…
Kali ini saya ingin berbagi pengalaman ke Bromo beberapa waktu yang lalu. Munculnya ide untuk ke Bromo karena sedang menghitung hari-hari sebelum meninggalkan Pulau Jawa dan kembali ke Pulau Sulawesi. Akhirnya saya mulai mencari di Facebook informasi mengenai Bromo, dan secara kebetulan saya bertemu satu halaman dengan judul GO BROMO, saya mulai menelusuri setiap postingan dan menemukan sebuah paket yang sangat lengkap yaitu trip selama 4 hari keliling banyuwangi, ijen, bromo dan lainnya. Awal rencana saya akan mengikuti trip ini, namun sayangnya saya tidak mendapat ijin cuti sehingga paket ini pun terlewatkan dengan sia-sia. Akhirnya saya memilih untuk mengikuti paket jelajah Bromo dengan biaya 300rb saja.

Pada hari H tgl 28 malam dengan bermodalkan sebuah ransel, saya berangkat dari kos (daerah Tunjungan Plaza) sekitar jam 20.30 dengan menggunakan bus Damri (6.000) menuju ke terminal Bungurasih sesuai dengan meeting point kami. Di perjalanan saya sempat was-was karena ini trip pertama saya tanpa seorang kenalan pun, sempat terpikirkan apakah saya bisa menikmati trip ini? Bagaimana jika teman-teman seperjalanan saya tidak bersahabat dan pertanyaan lainnya, tapi saya berusaha menghalau dengan membayangkan indahnya gunung bromo. 

Jam 21.30 saya tiba di Bungurasih, karena teman-teman yang lain belum datang dan perut saya sudah membunyikan alarm kelaparan saya pun mencari warung yang menyediakan mie cup. Setelah keliling kiri, kanan, depan, belakang, akhirnya saya menemukan juga sebuah warung yang menjual mie cup. Makan selesai, saya langsung mengabari melalui WA kalau saya sudah menunggu di Bungurasih, tak lama kemudian saya dihampiri oleh seorang pria berjaket merah yang kemudian saya ketahui namanya Hari. Setelah berkenalan ala kadarnya kami berdua langsung menghampiri 2 teman yang lain. 

Sementara menunggu Mas David yang bakalan jadi guide kami, tiba-tiba orang-orang di sekitar kami berlarian ke parkiran sambil berteriak-teriak tidak jelas. Pada akhirnya kami ketahui mereka mengejar seorang maling. Wihh di terminal ini memang perlu hati-hati ya. Makanya setiap ke terminal sebaiknya tas ransel di taruh di depan supaya lebih aman. Lagi asik cerita, sebuah mobil APV merah menghampiri kami dan ternyata dia adalah orang yang kami tunggu-tunggu sapa lagi kalau bukan mas David. Dari arah berbeda 2 orang (pria dan wanita) yang ikut rombongan kami pun datang. Setelah mengatur posisi kami pun meluncur ke tujuan yang sebenarnya. Selama di perjalanan saya memilih untuk menghabiskan waktu untuk hibernasi. Hitung-hitung untuk saving energy buat besok.

Sekitar jam 2 kami tiba di sebuah rumah (maafkan diriku yang gak tau nama tempatnya) disana seorang Bapak (tidak sempat menanyakan nama) yang sudah cukup tua sudah menunggu kami dengan sebuah Jeep tuanya. Turun dari dari mobil dinginnya hembusan angin begitu terasa. Saya pun memakai jaket yang lebih tebal untuk menghangatkan badan. Sambil menunggu Si Bapak manasin jeep kami menunggu di ruang tamu dan di suguhi dengan segelas teh yang benar-benar wangi dan nikmat.  Setelah semua persiapan beres, kami berenam beserta Si bapak naik ke mobil jeep dan bersiap-siap untuk meluncur ke TKP. Menurut info masih butuh sekitar 1 jam untuk bisa tiba di penanjakan tempat melihat Sunrise, so tidak buang waktu saya langsung kembali ke mode hibernasi.

Meskipun ini masih subuh akan tetapi aktivitas di daerah Bromo ini benar-benar sudah sangat ramai dipenuhi dengan jeep-jeep dan motor yang kejar-mengejar menuju kearah Penanjakan. Jam menunjukkan pukul 3 lebih saat kami sampai disana, meskipun sudah cukup ramai tapi menurut Si Bapak jika kami tiba lebih telat lagi maka sudah dapat dipastikan kami tidak akan mendapat parkiran bahkan harus berjalan lebih jauh karena sudah di penuhi dengan orang-orang. Tidak mau membuang waktu kami berenam langsung menapaki anak-anak tangga menuju spot untuk melihat Sunrise.  Sesampai di atas udara ternyata jauh lebih dingin, meskipun saya sudah menggunakan pakaian sampai tiga lapis, sebuah syal dan topi, tapi tetap saja masih menggigil. Sambil menunggu dan menghalau dingin kami mengobrol, sementara dari sudut yang lain terdengar petikan gitar dan nyanyian ala kadarnya, di bagian yang lain tampak seorang bapak berkeliling menjajakan jaket sewaan yang bisa di pakai selama berada di atas. Semakin lama semakin banyak orang yang berdatangan, hingga jam 5 lebih sunrise tidak menampakkan batang hidung juga karena tertutup awan, sementara kami merasa seluruh badan mulai membeku. Akhirnya kami memutuskan untuk turun ke  bawah meski tanpa melihat Sunrise. Sesampai di bawah kami segera mengganjal perut dengan yang hangat-hangat. Meskipun hanya makan ala kadarnya tapi rasanya benar-benar nikmat. Selesai nyamil kami segera menuju ke destinasi berikutnya.
Bersambung…

Nb. Part 1 ini minim foto karena emang gak ada spot menarik.
Eksis sebelum ke Bungurasih

Mencoba mengabadikan moment saat di penanjakan

Nyamil di warung, mengobati rasa kecewa karena gak liat sunrise


Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo