Salah Satu Icon Surabaya |
Minggu ini saya kedatangan tamu
terhormat yang merupakan teman dari jaman SMA dari Jakarta, call her : Indri.
Jauh-jauh hari dia sudah info bakalan ke Surabaya dan meminta untuk diajak
berkeliling, so tawaran-tawaran untuk ngetrip ke beberapa tempat saya tolak
demi menjadi guide sehari. Setelah menjemput ke stasiun Gubeng jam 3 dini hari,
kami beristirahat sejenak menunggu mentari terbit. Jam 9 pagi kami kemudian
bersiap-siap menuju Tugu Pahlawan. Datang ke kota Surabaya dengan julukan Kota
Pahlawan rasanya gak afdol kalo gak mendatangi Tugu Pahlawan ini.
Tiba di Tugu
Pahlawan ternyata sudah sepi, tak seramai biasanya karena masyarakat yang
biasanya berolah raga di sana sudah pada bubar. Akhirnya saya mengajak Indri
menuju ke Museum, karena saya sendiri walaupun sudah 7 tahun di Surabaya dan berkali-kali datang ke Tugu Pahlawan namun tidak pernah masuk ke tempat ini. Padahal cukup membayar 5ribu perak anda bisa mengelilingi museum ini.
Indri in action at Tugu Pahlawan |
Peralatan Medis Jaman Bahula |
Lukisan 3D |
Barang-Barang Bersejarah |
Puas mengelilingi Museum kami pun
ke luar lalu menuju ke Pasar Pagi untuk mengisi perut. Ya, di sepanjang jalan sekeliling Tugu Pahlawan terdapat orang berjualan berbagai macam
barang dan makanan. Setelah mengisi perut kami pun melanjutkan perjalanan
menuju ke Pantai Kenjeran atau yang biasa disebut Ken Park. Sebenarnya saya
tidak tahu jalan menuju Kenjeran, beruntung disepanjang perjalanan terdapat
penunjuk arah hingga akhirnya saya tiba disana.
Setelah membayar retribusi 10ribu kami pun menuju ke pantai. Karena kepanasan kami memilih duduk disebuah ayunan, berteduh di bawah pepohonan yang rimbun sambil sharing berbagai hal. Setelah sekian lama tak bertemu ada banyak kisah yang bisa diceritakan hingga tak terasa hampir 1 jam kami ada disana. Mengingat masih banyak destinasi yang ingin kami datangi kami segera melangkah menuju ke tempel yang masih berada di area Kenjeran.
Setelah membayar retribusi 10ribu kami pun menuju ke pantai. Karena kepanasan kami memilih duduk disebuah ayunan, berteduh di bawah pepohonan yang rimbun sambil sharing berbagai hal. Setelah sekian lama tak bertemu ada banyak kisah yang bisa diceritakan hingga tak terasa hampir 1 jam kami ada disana. Mengingat masih banyak destinasi yang ingin kami datangi kami segera melangkah menuju ke tempel yang masih berada di area Kenjeran.
Tempel pertama yang kami datangi
adalah Pagoda Tian Tiyang merupakan tiruan dari The Heaven di Beijing. Bangunan
dengan tinggi 58 meter dan diameter 60 meter ini di dominasi oleh warna cerah
ceperti hijau, merah biru dan kuning sayangnya sudah tak terawat. Bahkan saat
mengelilingi bangunan ini kami melihat ada kotoran kuda berserakan di
lantai-lantai. Sungguh miris melihatnya, sebuah bangunan seni
dijadikan sebagai “toilet” hewan. Herannya kenapa harus membawa kuda naik ke tempat tinggi untuk sekedar buang
kotoran, padahal di sekeliling tempat itu ada banyak padang kosong yang bisa
dijadikan “toilet”. Selain itu di sana-sini juga terdapat corat-coretan dari
tangan jail yang benar-benar merusak pemandangan.
Patung Buddha |
Tak ingin berlama-lama di tempat ini
kami langsung menuju ke Klenteng Sanggar Agung. Ini merupakan tempat beribadah penganut
Tri Dharma yaitu Tao, Kong Hu Cu dan Buddha. Di sebelah kiri dari jalan
terdapat sebuah patung Buddha empat wajah dengan ukuran yang sangat besar yang
di kelilingi oleh patung gajah putih besar berwarna putih. Saat kami kesana tidak
terlalu ramai, tapi jika tahun baru imlek akan ada banyak orang di tempat ini
yang datang untuk berdoa sambil membawa dupa.
Selesai mengambil gambar di sisi
sebelah kiri, kami melanjutkan ke seberang sisi kanan jalan. Setelah memasuki
gerbang kami melewati sebuah taman, dan masuk ke bagian utama dari bangunan
ini. Di tempat ini cukup gelap dan hanya
diterangi oleh cahya dari lilin-lilin berwarna merah yang besarnya sebesar
paha orang dewasa. Lilin ini biasanya digunakan untuk membakar dupa yang
dipakai untuk sembahyang. Aroma dupa benar-benar kuat di tempat ini. Di
beberapa sudut terdapat patung dewa-dewa dan tampak beberapa orang yang sedang
sembahyang sambil membawa dupa.
Jika terus masuk kedalam kita akan
menemukan halaman belakang disanalah berdiri dengan megah patung Dewi Kwan Im di
ketinggian sekitar 20 meter dengan background pantai Kenjeran. Di bagian bawah
dari patung ini terdapat 2 buah naga yang saling berhadapan dengan mulut
terbuka. Benar-benar karya seni yang mengagumkan. Beruntung tempat ini masih
cukup terawat dan lumayan bersih sehigga keindahannya bisa dinikmati dengan lebih santai.
Saat itu matahari sangat terik
sehingga saya bersama Indi memilih untuk berteduh di bawah patung Dewi Kwan Im, menikmati hembusan angin pantai Kenjeran sambil mengamati air laut yang perlahan
surut karena panasnya matahari. Sayangnya warna air pantai ini berwarna coklat
jadi kurang begitu sedap dipandang mata. Setelah lelah lenyap, kami pun
meninggalkan Klenteng ini dan pulang menuju ke rumah kos untuk beristirahat.
Pesan sponsor: meskipun tempat ini sudah kotor, sebisa mungkin jangan tambahi dengan membuang sampah sembarang tempat ya kawan. Ingat selalu untuk menjaga tempat kemana saja kita pergi. Salam piknik
(31 Mei 2015)
Pantai Kenjeran (Entahlah apa ini masih layak disebut Pantai) |
Pesan sponsor: meskipun tempat ini sudah kotor, sebisa mungkin jangan tambahi dengan membuang sampah sembarang tempat ya kawan. Ingat selalu untuk menjaga tempat kemana saja kita pergi. Salam piknik
(31 Mei 2015)