Backpacker ke Korea Selatan (Part 3) Keliling Gyeongju, gudangnya sejarah Korea Selatan




Setelah seharian kemarin mengelilingi Busan full jalan kaki (baca disini), akhirnya kaki gempor juga. Untung aja ada teman-teman yang bawa konterpen jadi lumayan mengurangi rasa lelah di kaki (ini bukan iklan). Hari kedua kita semua bangun telat, mungkin karena kelelahan juga. Kita baru keluar hostel jam 10an dan ternyata di luar cuaca lagi gak mendukung karena hujan. Gak ada satupun dari kita yang bawa payung, mana jaketku gak pake topi (ini gara-gara salah kostum). Beruntung mba Zerlita kelebihan topi jadi saya dipinjemin topi coklatnya untuk melindungi kepala dari hujan (khamsahamnida Unnie Zerlita ^_^).

Area di sekitar Hostel Santa
Meskipun gerimis kami tetap on fire melangkahkan kaki mengelilingi Gyeongju yang merupakan bekas ibukota kerjaan Korea masa lalu. Yang juara dari kota ini adalah kebersihannya dan ketenangan kotanya (mungkin karena bukan kota besar kali ya). Selain itu Gyeongju juga terkenal sebagai kota Tumuli (berasal dari kata “tomb” yang artinya kuburan) karena disini ada banyak sekali komplek kuburan dari jaman dahulu. Kalo mau keliling tempat ini bisa naik bus atau taxi, tapi karena kami tepat berada di daerah objek wisatanya jadi jalan kaki saja bisa.
Sakuranya belum mekar
Awalnya tujuan kami adalah untuk menikmati Sakura di sepanjang jalan menuju ke Daerungwon Tomb, tapi berhubung cuaca yang kurang mendukung dan tidak bisa di prediksi ternyata bunga Sakurnya belum terlalu mekar. Sudah ada yang mekar tapi baru satu dua aja jadi belum terlalu bagus. So, kami langsung menuju ke Daerungwon dan berencana untuk balik ketempat ini lagi setelah keliling Seoul.

Daerungwon Tomb Complex

Ternyata bukan hanya Toraja aja yang mempopulerkan kuburan sebagai objek wisata. Di Gyeongju ini salah satu objek wisata yang terkenal adalah “Daerungwon Tomb Complex” yaitu kompleks kuburan Raja dari Dinasti Shilla. Ada 23 kuburan besar yang ada disini, tapi yang paling terkenal ada Cheonmachong dan Hwangnamdaechong (jangan maksa baca kalo susah haha). Sama kayak di drakor  yang sering saya nonton, bentuk kuburannya bulat seperti gundukan tanah dalam versi besar jadi tampak seperti bukit dan tanpa tanda nama orang yang dikuburkan disana. 
Yang lain beli tiket, tinggalah saya selpi dgn topi pinjaman
Setelah melewati gerbang tempat menunjukkaan tiket yang sudah dibayar, kita akan melewati jejeran hutan pinus. Meski pemandangan disini sudah bagus, tapi belum seberapa dengan pemandangan dibawah sana. Jalan saja terus kebawah maka akan kelihatan gundukan-gundukan dari kuburan yang dikelilingi pepohonan warna kuning dan putih. Dipenjuru kompleks kuburan ini terdengar lantunan musik yang agak mellow gitu entah lagu apa tapi mungkin untuk menambah kekhidmatan orang-orang yang berziarah kesini. 
Area di Sekitar Daerungwon Tomb
Kami lalu  terus menyusuri jalannya dan sampai di sebuah museum tempat menyimpan duplikat dari barang-barang peninggalan kerajaan, seperti mahkota dan aksesoris kerajaan lainnya. Bagi pecinta sejarah tempat ini wajib didatangi. Tapi buat saya yang lebih suka pemandangan, lebih betah menghabiskan waktu di luar menikmati taman yang penuh pepohonan dengan bunga mulai bermekaran seperti  sakura yang berwarna pink, bunga berwarna putih dan juga kuning (entah pohon apa). Sayang saat kesana cuaca lagi gerimis dan mendung, andai saja langitnya biru saat itu pasti bakalan eksotik banget kolborasinya. Untuk masuk ke tempat ini kita kudu merogoh kocek sekitar 3000 won per orangnya.
Duplikat peninggalan kerjaan 

Pas keluar dari kompleks ini kami melewati sebuah bangunan berbentuk kuil mini yang dari dalamnya terdengar lantunan musik dan suara orang yang melantunkan semacam sajak dalam bahasa Korea. Karena merasa penasaran kami melipir ketempat ini. Ternyata sedang berlangsung semacam upacara gitu (mungkin upacara pelantikan). Jadi ada beberapa ajussi dan haraboji yang sedang berbaris lengkap dengan seragam tradisional khas Korea. Satu group berdiri di sebelah kiri dengan seragam berwarna hitam dan disebelah kanan satu group dengan pakaian berwarna biru sambil memegang batangan putih dan berpakaian lengkap dengan aksesoris seperti mentri-mentri kerajaan kalo di drakor. Saya mengartikan mungkin yang pakaian hitam lebih rendah posisinya karena mereka tidak memakai tenda sama sekali padahal saat itu hujan mulai deras. Sedikit iba melihat haraboji yang harus berdiri diam ditengah hujan yang mengguyur badannya. Kagum dengan penghargaan mereka terhadap budaya mereka sendiri.
 
Mengintip Upacara di Gyeongju
Cheomseongdae Observatory

Karena letaknya bersebelahan dengan Daerungwon jadi ketempat ini cukup berjalan kaki saja. Di tempat ini terdapat sebuah observatory yang berbentuk menara dari batu yang tidak terlalu tinggi tapi yang membuatnya terkenal adalah observatory ini merupakan yang tertua di Asia. Dibangun oleh Queen Seondeok pada tahun 632-647 (kalo yang pernah nonton drakor Queen Seondeok pasti tau tempat ini). Dulunya observatory ini digunakan untuk meramal cuaca yang sangat bermanfaat disektor agrikultur pada jaman itu.

Cheomseongdae Observatory
Jika terus berjalan sampai kedalam kita akan melewati taman dengan pepohonan yang akan berwarna-warni kalo datangnya pas autumn, tapi karena ini lagi spring jadi pohonnya gersang gitu. Diarea ini juga ada bunga kanola yang berwarna kuning terang jika berbunga, tapi waktu kesana masih belum berbunga juga jadi kami terus berjalan sampai ke ujung.  Diujung jalan ini ada bangunan yang dibuat jadi semacam bisokop mini untuk menonton sejarah kerjaan Silla dijaman dahulu. Awalnya saya tidak sadar kalo itu hanya miniatur saja karena mereka hebat banget buatnya sampe mirip wajah orang beneran. Setelah mengamati lebih seksama baru kelihatan kalo itu hanya animasi. Tempat ini wajib didatangi juga buat yang suka sejarah.


Anapji Pond
Dari Cheomseongdae Observatory kami lalu melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya, dengan menggunakan bus kami sampai di Anapji Pond yang terletak di Taman Nasional Gyeongju. Pertama kali masuk gerbang kami disambut taman yang sangat luas tanpa bunga hanya tampak seperti tumput kering yang terpotong rapi berwarna kuning kecoklatan (mungkin karena masih awal spring kali ya jadi bunganya masih malu-malu kucing). 
Anapji Pond

Sebenarnya kalo lihat foto-foto di google tempat ini paling bagus di datangi pas malam hari karena lampu-lampu di sekitar kuil mempercantik tempat ini. Di salah satu bangunan terdapat sejarah singkat mengenai kerajaan Silla yang dulu ada disini. Tapi kami gak terlalu lama disini karena tujuan utama ketempat ini tentu saja melihat Kolam Anap yang merupakan kolam buatan. Kalo datangnya diwaktu yang tepat kolam ini akan dipenuhi dengan bunga teratai yang bermekaran dan pasti pemandangannya bakalan jauh lebih cantik. Karena ujan mulai deres lagi, jadi kami mempercepat langkah kaki meninggalkan tempat ini.

Anapji Pond

Bulguksa Temple
Tempat selanjutnya adalah Bulguksa Temple. Tempat ini wajib didatangi juga karena didaulat sebagai Warisan Budaya oleh UNESCO dan berusia ratusan tahun. Selain itu tempat ini juga sering dijadikan tempat syuting buat drama Korea, so buat pecinta drakor ini tempat yang wajib di datangi. Kalo pas musim gugur daun dari pohon disekitar tempat ini tampak warna-warni jadi bakalan cantik banget. Waktu kesini pun meski tanpa bunga warna-warni pemandangannya tetap indah, apalagi kalo musim gugur. Selain itu karena merupakan kompleks kuli jadi tentunya yang mendominasi ya kuil-kuil kuno juga. Kalo mau kesini persiapkan tenaga yang banyak karena area kompleks ini sangat luas. Berhubung kaki saya sudah gak kuat jadi saya gak sempat mendatangi tempat ini satu per satu. Yang pasti memang tempatnya sangat bagus apalagi saat itu sakura juga mulai bermekaran di beberapa tempat. Sebenarnya hari masih sore, tapi karena badan sudah tidak bisa di ajak kompromi, akhirnya kami memilih untuk balik ke hostel dan mengistirahatkan badan sebelum memulai perjalanan esok hari.


Bulguksa Temple
Maafkan kenarsisan kami
Maafkan kenarsisanku




Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo