B29: Negeri Di Atas Awan - Lumajang

Puncak B29
Ting…!!! Begitu bunyi WA saya jam 6 pagi di hari Kamis yang manis. Setelah saya buka ternyata pesan dari Cacink (teman trip dari LMP) isinya seperti ini:
Cink: “Mer, sabtu besok ikut k B29 gak? Ak ma ms Aris, Mb Aniss”.
Mer: “Naik apa?”
Cink: Naik motor
Mer: Aku bareng km gitu ta? Boleh2…
       Aku ikuuuttt….

Yah sesederhana itu saja setiap kali mau trip.Kalau mau jalan2 itu jangan kebanyakan mikir, nanti ujung-ujungnya malah gak jadi. Seperti waktu itu sebenarnya saya pikir mau istirahat dulu karena baru pulang dari Ranu Kumbolo, tapi mumpung ada yang nawarin ya hayuk. Kesempatan gak selalu datang 2 kali kan...

Jadilah hari Sabtu sepulang kerja saya packing beberapa barang sambil menunggu Si Cacink jemput. Awalnya janjian jam 7 mepo di POM Candi, tapi saya baru di jemput setengah 7 jadilah jadwal mundur dari yang sudah disepakati. Hal biasa di timur, tapi bagi saya gak biasa. Namun karena ini ikut orang maka saya mengekor aja apa kata mereka, yang penting gimana caranya menikmati setiap perjalanan.

Jam 9 malam kami start dari Pom Candi ber-sepuluh menuju ke Lumajang, ditengah jalan kami ketambahan 1 orang lagi. Syukur di sepanjang jalan tak ada macet sehingga perjalanan kami bisa berjalan lancar. Tengah malam kami tiba di Probolinggo dan berhenti di salah satu Pom Bensin untuk mengisi bensin dan juga perut.

Setelah kenyang kami melanjutkan perjalanan. Memasuki daerah desa Arogsari, kecamatan Senduro-Lumajang, jalan mulai menanjak tajam dan berkelok-kelok meskipun masih berasapal namun terdapat lubang di beberapa bagian. Udara dingin mulai terasa menusuk tulang, beruntung saya sudah merangkap celana jeans saya dengan celana parasut sehingga cukup terlindung dari dingin. Teman yang menggunakan jeans merasa lebih kedinginan karena itu saran aja sih kalau mau naik ke tempat tinggi sebaiknya jangan menggunakan jeans.

Kami tiba di sebuah warung sekitar jam 2, di sana kami menghangatkan badan dengan bara api yang ada di warung itu sambil meminum secangkir teh panas untuk menghalau dingin sambil di temnai oleh beribu-ribu bintang di langit yang terasa begitu dekat. Di tempat ini sudah tampak ramai dengan tukang ojek yang siap sedia mengantar sampai ke puncak dengan membayar 50ribu rupiah. Cukup mahal untuk trip backpackeran, tapi jadi pilihan yang lebih baik daripada jalan kaki. Karena setelah warung ini jalanan benar-benar jelek. Aspal dengan lubang besar di sana-sini, tikungan tajam yang cukup berbahaya serta jalan menanjak memkasa kita untuk esktra hati-hati.

Semakin ke atas tak ada aspal lagi, yang ada hanyalah jalan tanah yang berdebu dan menanjak, dengan tekstur yang tak jelas karena keseringan di lewati motor. Akibatnya kami beberapa kali harus turun dari motor dan berjalan kaki karena ban motor hanya bisa berputar di tempat, bahkan melorot ke bawah.

Sesampainya di pos retribusi, kami memutuskan untuk memarkirkan 2 motor matic yang kami bawa, karena tak ingin mengambil resiko yang lebih besar. Sementara 3 motor yang lain tetap melanjutkan perjalanan sampai puncak. Setelah membayar retribusi sebesar 5000 rupiah kami berlima (Aris, Syai, Anis, Cacink dan Saya) melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Disinilah penyiksaan di mulai. Tersiksa bukan hanya karena jalan menanjak yang harus di lalui, tapi karena debu yang beterbangan di sana sini setiap kali motor-motor ojek lewat.

Jalan berdebu yang membuat sesak nafas dan mata perih di tambah gelapnya jalanan menyempurnakan penderitaan menuju puncak B29. Di tengah jalan sempat tergoda untuk naik ojek saja, tapi melihat teman-teman yang lain tetap berjalan kaki membuat saya mengurungkan niat tersebut. Tapi saya sarankan bagi yang ingin ke B29 sebaiknya naik ojek saja, jalan kaki bukan pilihan yang bijak. Entah berapa ton debu yang sudah masuk ke paru-paru gara-gara memilih untuk jalan. Selain itu perlu waspada karena di kiri dan kanan berupa jurang.



Kami belum sampai puncak, tapi semburat fajar pagi sudah kelihatan di langit. Kami pun mulai mempercepat langkah kami, berharap masih bisa menikmati sunrise di puncak. Beruntung puncak sudah di depan mata dan saat kami tiba bola emas sang mentari belum tampak. Di puncak sudah di penuhi oleh para pendaki lain yang sedang menikmati sunrise. Tampak beberapa tenda yang masih berdiri bekas para pendaki yang memilih menikmati malam diketinggian 2900mdpl ini.





Saat mentari mulai bersinar terang, pemandangan disekitar semakin jelas. Di bagian barat tampak Gunung Bromo berdampingan dengan Gunung Batok yang di kelilingi oleh lautan pasir. Di sebelah timur tampak bukit dan lembah yang disulap menjadi perkebunan oleh warga setempat. Dari atas puncak di kejauhan tampak lautan awan putih, mungkin itulah yang menyebabkan beberapa orang menyebut tempat ini sebagai “negri diatas awan”. Di bagian Selatan tampak berdiri kokoh Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Tanah Jawa. Dan Di bagian Utara tampak puncak B30 menjulang tinggi. Benar-benar pemandangan yang begitu indah yang membuat saya lupa semua penderitaan mencapai tempat ini.

Setelah puas menikmati semua bonus pemandangan di puncak B29, kami pun kembali menuruni jalan sudah susah payah kami lewati di kegelapan tadi. Tapi tenang saja meskipun sedikit mendebarkan karena jalan yang ekstrim dan berdebu, tapi disepanjang perjalanan mata kita dimanjakan dengan bukit-bukit yang di sulap jadi perkebunan cantik dan rapi oleh warga di sana. Jadi saat melewati jalan ini di siang hari jangan lupa untuk tolah-toleh kiri kanan ya. 


Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo