Tadaa….
It’s time to get lost. Sudah baca kan pendahuluan dari kisah petualangan menuju
Surganya Semeru? Yok lanjut ke babak selanjutnya. Setelah berdoa bersama-sama,
kami pun memulai pendakian kami selangkah demi selangkah menuju ke Ranu
Kumbolo. Ada 2 jalur yaitu Watu Rejeng yang relatif cukup muda namun jauh atau
Bukit Ayek-ayek yang waktu tempuhnya
lebih singkat namun medannya cukup sulit.
Jika
ada istilah “pendaki cantik”, maka grup kami adalah “pendaki kura-kura”, maklum
“anak dapur” naik gunung. Karena itu kami memilih jalur favorite pendaki yaitu
Watu Rejeng yang lebih mudah meski lebih jauh. Di depan kami sudah berjalan
beberapa grup, namun dalam hitungan menit mereka hilang ditelan rimbunnya
pepohonan. Wuah langkah mereka benar-benar cepat, berbeda dengan kami yang memilih
untuk slow sambil menikmati pemandangan di sekitar kami.
Tulisan pembangkit semangat |
Jangan pernah meninggalkan temanmu sendirian, teruslah berjalan bersama |
Perjalanan
menuju Posko 1 sebenarnya cukup mudah karena hanya perlu melewati paving beton
yang cukup landai. Hanya saja di bagian awal setelah gerbang Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru kami cukup ngos-ngosan karena langsung berhadapan dengan
penanjakan saat melewati perkebunan warga. Setelah bolak-balik beristirahat
karena tubuh masih menyesuaikan diri dengan medan serta beban carrier yang
cukup berat, akhirnya kami tiba di Posko 1 sekitar jam setenga 11. Disana sudah
ada banyak pendaki lain yang sedang beristirahat sambil menikmati gorengan atau
semangka yang di jual oleh warga di sana.
5
menit cukup untuk beristirahat, lalu kami pun melanjutkan perjalaan ke Posko
2. Jarak antara Posko 1 dan 2 cukup dekat dan medannya masih cukup landai. Hanya
butuh 30 menit kami sudah tiba di Posko 2. Salah satu hal yang saya sukai dari
mendaki gunung adalah setiap kali berpapasan dengan pendaki lain pasti akan ada
senyum dan sapaan yang bersahabat dan
sopan. Ya, itulah ciri khas para pendaki gunung. Entah gimana perasaan yang
lain, tapi bagi saya senyum dan sapaan itu bak pembakar semangat untuk terus
melanjutkan perjalanan ditengah keputusasaan karena kelelahan. Karena saya tahu
beratnya perjalanan bukan hanya saya seorang yang mengalami, tapi semua pendaki
pun mengalami hal yang sama.
Posko 2 |
Jika lelah, bersitirahatlah, puncak tak akan kemana-mana |
Jarak
menuju posko 3 cukup jauh dan sedikit menanjak. Karena itu sesampai di posko 3
saya bersama Ryan memilih untuk beristirahat lebih lama menunggu 5 orang yang
masih berjalan dari bawah. Di Posko 3 ini biasanya pendaki mengatur nafas
sebelum melanjutkan perjalanan. Karena setelah ini jalan langsung menanjak tajam
sekitar 45 derajat dan berdebu, sehingga butuh kekuatan ekstra. Sesampai di atas
saya langsung duduk lemas karena sedikit pusing dan berusaha mengatur nafas
kembali. Beruntung di tempat ini pemandangan sangat indah. Di kejauhan tampak
gumpalan awan berwarna putih bak permadani. Rasanya akan sangat nyaman jika
bisa berguling-guling di tempat itu (bangun... woy.... bangun.... X_X).
Setelah
tenaga pulih kembali kami pun melanjutkan perjalanan menuju posko 4 yang
membutuhkan waktu sekitar 1 jam saja. Dari Posko 4 danau Ranu Kumbolo sudah
terlihat. Dari kejauhan air danau tampak berwaran hijau pekat yang di kelilingi
oleh pegunungan dan perbukitan hijau kecoklat-coklatan. Di atas sana tampak
langit berwaran biru dengan corak putih. Benar-benar perpaduan keindahan alam
yang tak dapat diduplikasi oleh manusia sepintar apapun. Wuahh tak bisa digambarkan
teriakan bahagia kami saat pertama kali melihat Ranu Kumbolo. Hanya bisa
beryukur kepada Tuhan Yesus yang sudah menjaga sepanjang perjalanan sehingga
bisa tiba di tempat ini dan melihat secuil dari keindahan Mahakarya-Nya.
Amazing Ranu Kumbolo |
Selesai
mengambil beberapa gambar kami berempat segera berjalan lebih cepat menuju ke
bagian bawah dari Danau Ranu Kumbolo. Saat kami tiba waktu menunjukkan pukul 3
sore namun dinginnya sudah menusuk tulang. Hanya ada beberapa tenda saja, tepat
seperti dugaan kami tidak akan seramai biasanya. Sambil menunggu Albert, Ko
Yusak dan Vanessa tiba, kami pun mendirikan tenda.Sesudah mendirikan tenda kami
pun mulai membuka perbekalan dan memasak mie serta nasi untuk mengganjal perut
kami semalaman.
Thank God, I am here |
Menikmati
mie yang sederhana di tempat ini terasa benar-benar nikmat. Entah karena suasananya
atau karena memang kelaparan. Saking dinginnya mie yang baru saja di masak hanya
dalam hitungan menit bisa langsung dingin sedingin es. Karena itu kami
cepat-cepat menuntaskan makan malam kami dan memilih masuk kedalam tenda untuk
menghangatkan badan.
BERSAMBUNG…
QUOTES:
“Saat
berpikir untuk menyerah, tengoklah ke belakang, sudah sangat jauh kita
melangkah.Semudah itukah kita angkat tangan?”
“God
gave us eyes to see the beauty of nature and hearts to see the beauty in each
other”