Tak pernah terbayangkan benar-benar bisa
ke Bali dengan sepeda motor, tapi semuanya menjadi mungkin ketika kamu memiliki
teman seperjalanan yang asik apalagi sabar meskipun tau kamu ratu tidur yang
mungkin sedikit merepotkan dijalan pas ngantuk-ngantuk. Big Thanks to Mas Alik
yang dengan sabar boncengan sama ratu tidur ini. Dia sepertinya masih jomblo
kawan, atau mungkin sedang tersesat dalam hubungan tak jelas dengan Om Andre, mungkin ada yang pengen ngajak kenalan untuk mengembalikan dia kejalan yang benar? Orangnya baik, sabar, murah
hati, suka senyum, rajin menabung, pecinta kopi, katanya sih pendiam tapi
aslinya, ahh sudahlah nanti kamu shock (Ini ngomong apa seh.. hahaha )
Pelabuhan Ketapang |
Penampakan Kapal Penyeberangan |
Dengan 4
motor, kami bertujuh (Andre, Alik, Enggar, Evi, Rizal, Nurul dan Aku) tanggal
15 malam berangkat menuju ke Banyuwangi. Setelah duduk manis selama 7 jam lebih
(karena bolak-balik istirahat) kami akhirnya tiba di Pom Bensin dekat Pelabuhan
Ketapang. Setelah beristirahat sebentar, kami pun menuju Pelabuhan Keptapang
dan kebetulan tidak ada antrian sehingga bisa langsung menyeberang. 1 jam di
kapal kami habiskan untuk tidur memulihkan tenaga. Sesampai di Pelabuhan Gili
Manuk, kami langsung mencari makan di sekitar pinggir jalan, karena perut sudah
tak mau diajak kompromi. Perut terisi, bensin terisi, artinya we are ready to
get lost.
Tujuan utama mengeksplore Bali Utara, so
dari jalan utama Gili Manuk kami menyimpang kearah kiri menuju
Singaraja.Sepanjang perjalanan mata yang masih mengantuk akhirnya bisa melek
sempurna setelah melihat indahnya pemandangan sepanjang kiri dan kanan
jalan.Melewati jalan-jalan ini serasa berada di jalan-jalan luar negeri yang selama
ini sering saya lihat di foto-foto. Kiri kanan adalah pepohonan hijau yang
rimbun membuat mata segar bugar apalagi saat itu diterangi dengan warna
keemasan dari cahaya matahari yang baru terbit. Ada perasaan hangat namun tak
menyengat, Ahh… suasannya benar-benar mempesona.
Tak terasa 3 jam perjalanan membawa kami
tiba pada Pantai Lovina yang sering disebut “The Dolphin Beach”. Ya karena jika
datang pagi-pagi sebelum jam 7, pengunjung dapat melihat tarian dolphin di
tengah laut. Cukup dengan menyewa perahu sekitar 175ribuan. Namun karena kami
tiba sedikit kesiangan, area disana sudah sepi pengunjung. Hanya ada puluhan
perahu yang ditambatkan dipinggir pantai ditinggalkan oleh para nelayan. Tampak
juga beberapa turis luar negeri yang mengambil beberapa gambar. Salah satunya
mengajak kami mengobrol dan menunjukkan hasil potretan dolphin yang tertangkap
kameranya. Sebenarnya kita gak fasih Inggrisan, tapi yang saya sukai saat
ngobrol sama bule adalah mereka tak pernah menertawakan ketika ada pronounce
atau grammar yang salah, justru akan diperbaiki.
Selesai mengambil beberapa gambar, kami
meneruskan perjalanan menuju ke Kintamani. Sempat terpikir untuk ke air terjun
Gitgit, tapi karena butuh waktu untuk tracking sementara waktu kami terbatas
akhirnya kami skip.Menuju Kintamani ternyata jarak yang harus di tempuh cukup
jauh dan harus melewati bukit-bukti dengan jalan yang menanjak dan meliuk-liuk
bak ular anaconda. Tapi benar kata pepatah, usaha tak akan mengkhianati hasil. Kintamani
menawarkan pemandangan perbukitan hijau yang sudah bisa di tebak cukup dingin
tapi dengan udara yang sangat segar. Perjalanan yang melelahkan terbayar lunas
dengan indahnya pemandangan dari tempat ini.
Kintamani |
Sok akrab sama bule |
Gunung Batur dan Hamparan Pasir Hitamnya |
Selesai dari Kintamani kami meneruskan
perjalanan menuju kearah utara disana kami menemukan sebuah Pura yang kemudian
kami ketahui namanya Pura Batur. Karena tidak mengeksplore sampai kedalam so,
kami hanya mengambil beberapa gambar dari luar aja. Untuk bisa masuk kedalam
pura ini para pengunjung diwajibkan untuk memakai sarung yang bisa menutupi
sampai kaki, tapi tenang saja di sekitar pura ini ada banyak penjual dan
penyewa sarung.
Setelah itu kami berencana untuk pulang
menuju penginapan tapi diperjalanan kami ditawari oleh warga disana menuju ke
Desa Truyan yang merupakan salah satu tempat di Bali yang adatnya masih sangat
kuat.Salah satu adat yang paling terkenal adalah mayat yang tidak dikuburkan,
melainkan hanya diletakkan di bawah pohon. Sayangnya untuk bisa menuju ke desa
ini masih harus menyewa kapal yang harganya cukup mahal (Kalo gak salah 700ribu
satu rombongan). Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya kami memilih
putar arah dan melanjutkan perjalanan
menuju penginapan.
Danau Batur |
Dalam perjalanan pulang kami mampir di
Danau Batur yang merupakan salah satu objek wisata terkenal dengan air birunya
dan bentuk melengkung bak bulan sabit.Konon katanya Danau Batur ini merupakan
danau terbesar di Bali. Btw kalo kesini jangan kaget ya kalo hanya dalam
beebrap menit kamu akan di kerumuni oleh ibu-ibu pedagang pernak-pernik.
Sedikit maksa sih jualannya, tapi gak salahlah kalo beli 1 atau 2 barang anggap
aja amal, tapi kamu harus pinter-pinter nawarnya. Danau Batur menjadi penutup
perjalanan kami hari ini, setelahnya kami bergegas pulang menuju tempat
penginapan. Oh iya Big Thanks to Enggar and Enggar’s Family, karena sudah
meminjamkan tempat penginapan GRATIS buat kami semua. Kalo kata teman-teman Hotel
Bintang Toedjoe.
Teman seperjalanan, dari Kiri: Nurul, Enggar, Saya, Alik, Andre, Rizal (minus Evi karena dia yang fotoin) |
Hal yang menyenangkan dari hidup adalah
ketika kamu menemukan teman-teman (yang tak perlu banyak) tapi dengannya kamu
bisa menjadi diri sendiri, melakukan berbagai hal gila dan tak masuk akal tanpa
rasa canggung, tertawa terbahak-bahak hanya karena lelucun sederhana yang
mungkin tak selucu pelawak tulen. Mau seaneh apapun tingkah lakumu, mereka tak akan mempermasalahkan, cukup dengan menertawakan saja.