Manfaat Bolang Solo ( Bolang Solo Siapa Takut?!)

Sebenarnya gak ada niat untuk nulis hari ini.
Tapi kata-kata di bawah ini terngiang terus di pikiranku sepanjang jalan setelah jalan-jalan solo hari ini. Daripada kepala berat sebelah karena dipenuhi oleh kata-kata ini, so mending saya muntahkan lewat tulisan, setidaknya bisa meringankan otak biar tetap stabil dan gak geser.

Hari ini asli gak ada planning trip, bahkan trip tipis-tipis sekalipun. Tapi lagi asik jalan-jalan di JMP (edisi nganter teman baru dari BPIS call her "nansy" dan "mey") ada bbm yang masuk. Setelah baca bbm iseng-iseng buka recent update ehh ada Depe temen (call him Adit - LKBS) yang menarik semacam taman-taman di luar negeri. So, tanpa ba-bi-bu tangan saya mulai menari di atas layar hape mengetik kata "dmn itu mas?". Dengan cepat dijawab kalo itu letaknya di Surabaya.

Setelah tanya macem-macem sampai ancer-ancer ke tempat itu akhirnya saya putuskan untuk segera kesana. Karena dadakan dan gak ada teman yang bisa diajak, jadilah ini bolang solo pertama saya. Ini sebenarnya bukan bolang sih, hanya trip solo tipis-tipis aja tapi setelah mencoba melakoninya saya sampai pada kesimpulan bahwa bolang solo itu menyenangkan dan memberikan banyak manfaat. Jadi ketagihan nih, semoga kedepannya akan ada banyak cerita soal bolang solo yaa...

Berikut beberapa list manfaat dari bolang solo yang saya pelajari hari ini (besok-besok mungkin akan bertambah kalo sudah bisa bolang solo lebih jauh)

1. Saat bolang solo ketempat yang belum pernah didatangi, kamu akan menemukan dan mulai menghapal jalan-jalan baru yang selama ini tak pernah kamu lalui. Seperti hari ini, saya bahkan menemukan hampir 10 jalan. Mungkin karena beberapa kali nyasar kali yaa. Tapi bukankah nyasar adalah bagian dari rencana? Hahahaa

2. Bolang solo memaksamu keluar dari zona nyaman. Salah satunya yaitu untuk mengajak orang yang mungkin baru kamu kenal mengobrol duluan karena butuh bantuan misal: tanya jalan, minta di fotoin atau butuh bantuan yang lain. Jika kamu termasuk orang introvert kamu akan paham betapa sulitnya mengajak orang lain (baru kenal) memulai percakapan. Tapi karena kepepet, maka tak ada pilihan lain selain membangkitkan kepercayaan diri dan memberanikan diri untuk memulai percakapan. Tapi jangan salah mungkin saat itu kita memulai percakapan hanya karena nyasar atau tanya jalan,  tapi jika cukup beruntung percakapan bisa lanjut hingga membentuk persahabatan, dan tak menutup kemungkinan bisa jadi teman traveling selanjutnya. 

3. Kamu mungkin akan meleleh terharu karena menemukan ada begitu banyak orang baik yang tak segan-segan menolongmu ketika kamu tersesat atau butuh bantuan. Mulai dari anak SMA, tukang parkir sampai penjual mie ayam dengan ramah selalu menjawab pertanyaanku saat nyasar. Bahkan seorang bapak yang sudah cukup berumur, tak segan-segan beralih dari rutenya demi menunjukkanku jalan yang benar.  Uhhh rasanya pengen meluk bapak itu sambil bilang terima kasih banyakk banget karena sudah jadi "hero" ku hari ini. Atau mungkin hanya aku aja kali ya yang gampang terharu melihat kebaikan orang-orang sepanjang perjalananku. What everlah...

4. Kamu mungkin bisa mengobati atau sekedar mengurangi penyakit narsismu, yang selalu ingin di foto dengan kata "lagi" setelah jepretan pertama. Gimana enggak? Liat aja aku hari ini, karena dadakan gak bawa perlengkapan sama sekali bahkan tongsis yang bisa jadi pelipur narsis pun tak ada.  Akhirnya dengan senang hati saya hanya mengabadikan pemandangan disekitar tanpa ada objek "merlin" di dalamnya. Tapi emang dasar senang mejeng di kamera jadi gak afdol kalo belum ada foto diri sendiri, so dengan sedikit menahan malu saya minta tolong di fotoin oleh salah satu pengunjung disana tapi kali ini tanpa kata "lagi", cukup sekali aja. Hahaha

5. Setelah mengalami yang namanya susah ngambil foto diri sendiri akhirnya saya menyadari betapa pentingnya Tongsis. Mungkin untuk orang-orang yang gak suka di foto tongsis gak penting seh. Hahaha tapi bagi saya ituu jadi penting banget. 

6. Kamu akan tahu seberapa berani kamu, karena hanya orang-orang yang berani yang bisa memulai melakukan bolang solo. Kamu akan tahu seberapa kemampuanmu menghadapi kesulitan karena tak ada yang bisa kamu andalkan. 

7. Kamu akan tahu arti dari sebuah kesendirian, kamu akhirnya menyadari bahwa sesekali dirimu butuh waktu untuk menyendiri. Hanya ada kamu seorang yang akan berdiskusi dengan diri sendiri. Menyendiri membawamu fokus pada diri sendiri atau istilah kerennya "me time". Kalo katanya mantan dosenku dulu Ibu Naftalia Kusumawardhani, menyendiri itu adalah waktu untuk bertemu dengan diri sendiri.
“Itu saat memperhatikan diri sendiri dan semacam nge-charge supaya baterai di dalam diri penuh kembali dan siap beraktivitas dengan bersemangat.
Yuhuu I have tried that, semoga besok senin bisa menemukan dan mencetuskan insight2 baru di kantor.

PS: gambar menyusul

Goes To Bali: Lovina (The Dolphin Beach) dan Kintamani


Tak pernah terbayangkan benar-benar bisa ke Bali dengan sepeda motor, tapi semuanya menjadi mungkin ketika kamu memiliki teman seperjalanan yang asik apalagi sabar meskipun tau kamu ratu tidur yang mungkin sedikit merepotkan dijalan pas ngantuk-ngantuk. Big Thanks to Mas Alik yang dengan sabar boncengan sama ratu tidur ini. Dia sepertinya masih jomblo kawan, atau mungkin sedang tersesat dalam hubungan tak jelas dengan Om Andre, mungkin ada yang pengen ngajak kenalan untuk mengembalikan dia kejalan yang benar? Orangnya baik, sabar, murah hati, suka senyum, rajin menabung, pecinta kopi, katanya sih pendiam tapi aslinya, ahh sudahlah nanti kamu shock (Ini ngomong apa seh.. hahaha )

Pelabuhan Ketapang
Penampakan Kapal Penyeberangan 
 Dengan 4  motor, kami bertujuh (Andre, Alik, Enggar, Evi, Rizal, Nurul dan Aku) tanggal 15 malam berangkat menuju ke Banyuwangi. Setelah duduk manis selama 7 jam lebih (karena bolak-balik istirahat) kami akhirnya tiba di Pom Bensin dekat Pelabuhan Ketapang. Setelah beristirahat sebentar, kami pun menuju Pelabuhan Keptapang dan kebetulan tidak ada antrian sehingga bisa langsung menyeberang. 1 jam di kapal kami habiskan untuk tidur memulihkan tenaga. Sesampai di Pelabuhan Gili Manuk, kami langsung mencari makan di sekitar pinggir jalan, karena perut sudah tak mau diajak kompromi. Perut terisi, bensin terisi, artinya we are ready to get lost.


Bonus Sunrise di Pelabuhan Gili Manuk


Pelabuhan Gili Manuk


Tujuan utama mengeksplore Bali Utara, so dari jalan utama Gili Manuk kami menyimpang kearah kiri menuju Singaraja.Sepanjang perjalanan mata yang masih mengantuk akhirnya bisa melek sempurna setelah melihat indahnya pemandangan sepanjang kiri dan kanan jalan.Melewati jalan-jalan ini serasa berada di jalan-jalan luar negeri yang selama ini sering saya lihat di foto-foto. Kiri kanan adalah pepohonan hijau yang rimbun membuat mata segar bugar apalagi saat itu diterangi dengan warna keemasan dari cahaya matahari yang baru terbit. Ada perasaan hangat namun tak menyengat, Ahh… suasannya benar-benar mempesona.




Tak terasa 3 jam perjalanan membawa kami tiba pada Pantai Lovina yang sering disebut “The Dolphin Beach”. Ya karena jika datang pagi-pagi sebelum jam 7,  pengunjung dapat melihat tarian dolphin di tengah laut. Cukup dengan menyewa perahu sekitar 175ribuan. Namun karena kami tiba sedikit kesiangan, area disana sudah sepi pengunjung. Hanya ada puluhan perahu yang ditambatkan dipinggir pantai ditinggalkan oleh para nelayan. Tampak juga beberapa turis luar negeri yang mengambil beberapa gambar. Salah satunya mengajak kami mengobrol dan menunjukkan hasil potretan dolphin yang tertangkap kameranya. Sebenarnya kita gak fasih Inggrisan, tapi yang saya sukai saat ngobrol sama bule adalah mereka tak pernah menertawakan ketika ada pronounce atau grammar yang salah, justru akan diperbaiki.
 
Lovina "The Dolphin Beach"
Selesai mengambil beberapa gambar, kami meneruskan perjalanan menuju ke Kintamani. Sempat terpikir untuk ke air terjun Gitgit, tapi karena butuh waktu untuk tracking sementara waktu kami terbatas akhirnya kami skip.Menuju Kintamani ternyata jarak yang harus di tempuh cukup jauh dan harus melewati bukit-bukti dengan jalan yang menanjak dan meliuk-liuk bak ular anaconda. Tapi benar kata pepatah, usaha tak akan mengkhianati hasil. Kintamani menawarkan pemandangan perbukitan hijau yang sudah bisa di tebak cukup dingin tapi dengan udara yang sangat segar. Perjalanan yang melelahkan terbayar lunas dengan indahnya pemandangan dari tempat ini.

Kintamani 


Sok akrab sama bule
Kintamani menjadi tempat yang menarik karena dari tempat ini kita bisa melihat pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur dari kejauhan yang tampak begitu gagah dan elok.Gunung Batur sendiri merupakan gunung kedua tertinggi setelah Gunung Agung dan katanya masih aktif hingga sekarang. Tak heran disekeliling Gunung Batur terdapat hamparan pasir berwarna hitam bekas letusan.
Gunung Batur dan Hamparan Pasir Hitamnya
Selesai dari Kintamani kami meneruskan perjalanan menuju kearah utara disana kami menemukan sebuah Pura yang kemudian kami ketahui namanya Pura Batur. Karena tidak mengeksplore sampai kedalam so, kami hanya mengambil beberapa gambar dari luar aja. Untuk bisa masuk kedalam pura ini para pengunjung diwajibkan untuk memakai sarung yang bisa menutupi sampai kaki, tapi tenang saja di sekitar pura ini ada banyak penjual dan penyewa sarung.


Putra Batur


Setelah itu kami berencana untuk pulang menuju penginapan tapi diperjalanan kami ditawari oleh warga disana menuju ke Desa Truyan yang merupakan salah satu tempat di Bali yang adatnya masih sangat kuat.Salah satu adat yang paling terkenal adalah mayat yang tidak dikuburkan, melainkan hanya diletakkan di bawah pohon. Sayangnya untuk bisa menuju ke desa ini masih harus menyewa kapal yang harganya cukup mahal (Kalo gak salah 700ribu satu rombongan). Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya kami memilih putar arah dan  melanjutkan perjalanan menuju penginapan.

Danau Batur
Dalam perjalanan pulang kami mampir di Danau Batur yang merupakan salah satu objek wisata terkenal dengan air birunya dan bentuk melengkung bak bulan sabit.Konon katanya Danau Batur ini merupakan danau terbesar di Bali. Btw kalo kesini jangan kaget ya kalo hanya dalam beebrap menit kamu akan di kerumuni oleh ibu-ibu pedagang pernak-pernik. Sedikit maksa sih jualannya, tapi gak salahlah kalo beli 1 atau 2 barang anggap aja amal, tapi kamu harus pinter-pinter nawarnya. Danau Batur menjadi penutup perjalanan kami hari ini, setelahnya kami bergegas pulang menuju tempat penginapan. Oh iya Big Thanks to Enggar and Enggar’s Family, karena sudah meminjamkan tempat penginapan GRATIS buat kami semua. Kalo kata teman-teman Hotel Bintang Toedjoe.

Teman seperjalanan, dari Kiri: Nurul, Enggar, Saya, Alik, Andre, Rizal
 (minus Evi karena dia yang fotoin)
Sebelum tidur tak lupa bersyukur buat hari ini. I am too blessed and too lucky to have friends like them. Jadi ingat captionku di Instagram beberapa waktu lalu yang berlaku juga hari ini kira-kria seperti ini: “Kalau mau pilih-pilih teman sih saya juga bisa… Tapi saya memilih berteman dengan siapa saja. Karena berteman hanya dengan kelompok tertentu saja, belum tentu bisa membawamu ketempat seindah ini (di atas)”

Hal yang menyenangkan dari hidup adalah ketika kamu menemukan teman-teman (yang tak perlu banyak) tapi dengannya kamu bisa menjadi diri sendiri, melakukan berbagai hal gila dan tak masuk akal tanpa rasa canggung, tertawa terbahak-bahak hanya karena lelucun sederhana yang mungkin tak selucu pelawak tulen. Mau seaneh apapun tingkah lakumu, mereka tak akan mempermasalahkan, cukup dengan menertawakan saja.



Menikmati Kolam Alami Kedung Tumpang – Tulungagung


Akhir-akhir ini pengguna Instagram khususnya pecinta tempat wisata sedang dihebohkan dengan penemuan pantai yang tampak begitu indah di foto. Pantai dengan karang-karang yang berwarna hijau dan membentuk kolam renang alami yang bisa dijadikan tempat untuk berenang. Kedung Tumpang, begitu warga menyebutnya merupakan pantai (sebenarnya tidak cocok disebut pantai) yang terletak di Desa Pucanglaban, Tulungagung. Di dorong oleh rasa penasaran pengen melihat dengan mata kepala sendiri, akhirnya setelah dapat tawaran teman kesana, saya langsung meng-iyakan. Sayangnya, beberapa hari sebelum keberangkatan, teman tersebut membatalkan dengan alasan tak jelas.

Tapi bukan Merlin kalo mudah menyerah, bukan Merlin kalo gak ngotot sama apa yang sudah diinginkan. Akhirnya dengan modal nekat saya mulai search di FB sapa tau ada teman-teman yang akan kesana. Sebenarnya ada beberapa grup dari teman Jatim Backpacker yang akan kesana. Setelah kontak-kontakan akhirnya saya sampai pada kesimpulan ikut rombongan satu orang yang kebetulan asli Tulungagung.

H-2 semua rencana berubah, karena ternyata teman dari LMP (baca: Mas Andre) ada yang sudah pernah kesana dan akan kesana lagi. So, saya menginfokan ke teman JB akan berangkat sendiri. Jadilah trip kali ini digawangi oleh Mas Andre. Rencana awal kami akan berangkat jam 9 malam, namun karena ada kendala akhirnya kami baru berangkat sekitar jam setengah 12 dengan 6 motor.

Perjalanan cukup lancar hingga ditengah jalan kami di salip oleh rombongan touring yang sedikit ngawur, tak berapa lama di depan kami tiba-tiba macet. Ternyata ada kecelakan, seorang bapak bersama istrinya terbaring di aspal bersama sepeda motor. Beberapa orang segera menolong, sang ibu tampak masih sadar dan bisa berjalan sendiri tapi sang bapak harus digotong keluar dari jalanan. Setelah kejadian itu kami memutuskan untuk melaju dengan kecepatan normal aja. Istilahnya gas tipis-tipis aja, biar lambat asal selamat.

Alun-Alun Kota Kediri
Sekitar jam 2 kami tiba di alun-alun Kediri, kami memilih berhenti sejenak untuk minum kopi dan beristirahat karena beberapa teman mulai mengantuk. Jam 3 lebih kami pun melanjutkan perjalanan menuju Tulungagung. Sesampai di Tulungagung, kecamatan Pucang Laban, setelah bertanya kami hanya perlu mengikuti penunjuk arah menuju ke Pantai Molang, sebelum Pantai Molang akan ada penunjuk arah menuju ke Kedung Tumpang.

Perlu di perhatikan, karena ini objek wisata yang baru, maka jangan membayangkan akses yang mudah. Perjalanan kesana cukup rumit karena harus naik turun bukit dengan kondisi jalan tanah berdebu dan cukup terjal ditambah lagi kiri kanan adalah jurang. Jika mengendarai kendaraan roda dua sebaiknya ekstra hati-hati dan jaga jarak dengan kendaraan yang lain. Kami tiba di parkiran sekitar jam 5 subuh, di sana sudah ada beberapa motor dan juga beberapa tenda dari pengunjung yang mungkin datang sehari sebelumnya. Pertama kali yang kami cari adalah toilet, tapi karena disini tak ada rumah warga sama sekali maka yang ada hanya toilet ala kadarnya, sebuah semak yang ditutupi dengan karung putih seadanyaa, no water, plus bonus bau pesing.

Tali yang membantu turun ke bawah
Saat mulai terang kami langsung capcus menuju ke Kedung Tumpang, selagi belum ramai dengan orang-orang. Untuk bisa sampai ke Kedung Tumpang, dari parkiran masih harus berjalan sekitar 30 menit dengan menuruni tebing yang sedikit terjal dan hanya di bantu dengan seutas tali. Karena itu saran saya sebaiknya ketempat ini gunakan sepatu atau sendal yang pantas. Jangan sampai salah kostum seperti pakai "highheels" atau "rok span".

Penampakan Kedung Tumpang di pagi hari
Hijau lumut yang menutupi karang


Masih bisa berenang karena ombak belum besar


Sesampainya dibawah hanya ada beberapa orang, dan mata saya langsung menangkap kolam alami yang di agung-agungkan selama ini di Instagram. Sayangnya apa yang di depan mata tidak seindah dengan yang di lihat di foto. Mungkin karena langit yang saat itu masih mendung sehingga warna air di laut lepas tampak pucat tak berwarna biru. Atau memang tertipu sama hebatnya editan kamera jaman sekarang. Wht everlah, but we try to enjoy it. Sudah berjuang jauh-jauh kesini, sayang juga jika tidak dinikmati.Beberapa teman langsung melepas pakaian dan berenang bebas di kolam renang alami itu. Ya, bagi mereka yang pintar berenang tempat ini akan sangat menyenangkan.

Kedung TUmpang di sisi lain
My Travelmate "Evi'




Bahaya!!! Ombak bisa datang sewaktu-waktu






Because "Two is better than One"




Itu ombaknya. ini belum seberapa kaka ^_^
Datang ke tempat ini jangan berharap akan menemukan pasir putih seperti pantai-pantai pada umumnya ya. Karenanya mungkin Kedung Tumpang ini lebih cocok disebut tebing karang. Ya, karena sejauh mata memandang yang ada hanya rangkaian karang yang memiliki lubang-lubang alami dibeberapa tempat, yang kemudian menjadi kolam renang alami. Saat kami kesana ombaknya belum terlalu besar, tapi konon katanya di siang hari ombak Pantai Selatan bisa dengan tiba-tiba datang menyapu bersih semua yang ada di lubang-lubang karang tersebut.Karena itu bagi teman-teman yang ingin berenang di tempat ini perlu berhati-hati.

Rame.... rame... rame...

Semakin terang, tempat ini semakin ramai oleh pengunjung, sehingga sudah tak menyenangkan lagi untuk dinikmati.Kami pun memutuskan untuk berjalan menyusuri jalan pulang yang berbeda arah dengan jalan yang tadi kami lewati saat berangkat. Saat berjalan pulang inilah, saya shock melihat kumpulan orang-orang di sisi timur dari Kedung Tumpang  yang tampak seperti semut yang mengerubuni gula. Maka tak heran saat saya memposting foto Kedung Tumpang ini yang tercetus dalam pikiran saya adalah Pasar Pantai.Karena berada di Kedung Tumpang saat itu berasa sedang berada di pasar, penuh dengan orang-orang dan bising dengan teriak-teriakan.

Pemandangan laut lepas dari atas parkiran

Yuhu, itu berpuluh-puluh motor pengunjung "Pasar pantai"


Mereka teman seperjalananku

Sehabis dari tempat ini saya dalam hati berbisik cukup sekali saja melihat tempat ini. Bukan karena tempatnya jelek, bukan… Tempat disini lumayan indah dengan hempasan ombak yang amazing besarnya, tapi terlalu ramai untuk dikunjungi, sehingga sedikit kurang menikmati. Bagi pecinta renang, mungkin bisa mencoba sensasi berenang di kolam alami ini dan semoga bisa menikmati.

Quotes:
TAK PERLU KESEMPURNAAN UNTUK BERBAHAGIA


KARENA BAHAGIA SESUNGGUHNYA ADALAH KETIKA KAMU MELIHAT APAPUN SECARA SEMPURNA

Sejuta Pesona Cangar



Sudah pernah dengar Cangar? Kalo belum berarti kita sama, sebelumnya saya juga gak tau Cangar itu makanan jenis apa. Hingga suatu hari seorang pangeran upsss seorang teman mengajak saya T3 (trip tipis-tipis) kesana. At first, bayangan saya paling tempatnya biasa aja, karena gak terkenal seperti tempat wisata yang lain, namun ternyata dugaan saya salah. Karena tempat ini ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal.

Perjalanan dari Surabaya menuju Cangar hanya butuh waktu sekitar 2 jam saja, sesampai di daerah sana ternyata ada begitu banyak tempat wisata. Mulai dari permandian air panas sampai air terjun yang lumayan banyak. Air terjun yang terkenal yaitu Coban Talun dan Coban Rais. Saya juga jadi heran kenapa tak terekspose seperti tempat wisata lain, atau mungkin karena sudah terkenal dari dulu sehingga tidak terlalu menarik seperti tempat-tempat wisata yang baru ditemukan akhir-akhir ini.



Cangar sendiri berasal dari nama sebuah dusun di Desa Tulungrejo, Batu, Jawa Timur. Disana terdapat permandian air panas yang kemudian terkenal dengan sebutan Permandian Air Panas Cangar. Air panas ini bersumber dari Gunung Welirang yang menghasilkan belerang sehingga di percaya memiliki khasiat-khasiat tertentu. Di dekat area permandian ini juga terdapat goa buatan yang merupakan peninggalan Jepang yang bisa di jelajah.


Foto ini nyomot dari Google, karena saya gak masuk ke dalam

Jalan menuju dan sepanjang Cangar cukup berkelok-kelok dan terdapat beberapa tanjakan tajam, sehingga setiap pengendara perlu ekstra hati-hati. Yang membuat tempat ini istimewa adalah pemandangan sepanjang perjalanan yang begitu menyegarkan mata. Di kiri dan kanan jalan mata kita di suguhi dengan perkebunan penduduk di sana yang tertata begitu rapi. Sejauh mata memandang hanya ada hijau yang menyegarkan. Dusun Cangar ini memang terkenal sebagai penghasil sayur-sayuran dan buah apel.


Bukan hanya perkebunan, bahkan di tempat ini kita dapat melihat gagahnya puncak Gunung Welirang yang masih mengeluarkan asap putihnya. Selain Welirang kita juga bisa melihat puncak gunung yang lain seperti panderman, penanggungan dan arjuno. Karena ini dataran tinggi, jadi tempat ini cukup dingin, bahkan di siang hari sekalipun.



Jika ketempat ini jangan lupa menikmati makanan khas disana yaitu Tape Ketan. Saya pribadi tidak begitu menyukai tape, tapi sekedar nyicip bolehlah. Konon katanya Tape Ketan ini merupakan resep yang sudah turun-temuran berpuluh-puluh tahun lamanya. Tempat ini memang tidak terlalu booming tapi layak untuk di datangi sekedar menikmati indahnya perkampungan dan perkebunan yang masih tradisional. Jika butuh udara segar, datanglah ke tempat ini.


QUOTES:
BELAJAR MENIKMATI HARI-HARI DENGAN KEBAHAGIAAN SEDERHANA

TIDAK PERLU MENUNGGU HAL-HAL SPEKTAKULER BARU BAHAGIA

Sumber Maron: River Tubing Pertama Kali


 


Setelah bermandikan debu dari B29, kami memilih menuju ke tempat yang sedikit menyegarkan sekalian membersihkan diri dari segala macam kotoran yang menempel sepanjang jalan B29. Kali ini teman-teman mengajak ke Sumber Maron. Sudah pada tau kan? Kalo belum sini deket-deket biar saya kasih tau. Keep reading…. Info di awal: foto-foto dalam artikel ini terbatas dan mungkin kurang memuaskan karena HP nitip orang biar di fotoin, harap maklum  ^_^

Sumber Maron adalah salah satu objek wisata yang cukup terkenal di Malang, tepatnya di Dusun Adiluwih, desa Karangsuko, Kecamatan Pagelaran.. Bukan hanya karena mudah dijangkau tapi biaya masukya juga sangat murah. Cukup dengan membayar parkiran sebesar 2000 rupiah untuk motor dan kita sudah bisa menikmati tempat ini. Sumber Maron ini menawarkan pemandangan pedesaan yang begitu indah dengan wahan air dari sumber mata air yang terbilang masih jernih.

Grojogan Sewu

Saat kami tiba di sana, saya cukup kaget melihat ada begitu banyak pengunjung meskipun saat itu sudah mulai sore. Setelah memarkirkan motor, kami pun berjalan melewati pematangan sawah dengan hembusan angin yang menyegarkan. Di sebelah kiri dipenuhi oleh pedagang yang menjajakan makanan dan di sebelah kanan terdapat sebuah kolam besar yang di tempati oleh orang-orang berenang bersama ikan-ikan. Sesampainya di lokasi utama mata saya menangkap sebuah aliran air yang begitu segar mengalir di sebuah bebatuan, seperti air terjun mini yan goleh warga setempat disebut “Grojogan Sewu”. Di tempat ini para pengunjung dapat berfoto-foto tapi tetap harus berhati-hati karena batu tempat berpijak cukup licin.


Penampakan warung-warung di kejauhan

Kami terus berjalan ke bawah dan menemukan jejeran pondok yang biasanya digunakan pengunjung untuk sekedar beristirahat sambil menikmati makan dan minuman yang di ajajakan oleh pemilik pondok. Namun tujuan kami ketempat ini untuk bermain-main sekaligus mandi, jadi setelah meletakkan barang-barang, saya bersama 2 teman yang lain segera menyewa ban dan menyusuri pinggiran Sungai Sumber Maron menuju hilir untuk melalukan river tubing.



Ini pengalaman pertama saya melakukan river tubing,  seperti biasa pada awalnya saya selalu ketakutan jika harus berhubungan dengan renang-berenang (maklum gak bisa berenang) namun setelah mencoba sekali, ternyata permainan ini sangat menyenangkan bahkan membuat ketagihan. Arus yang cukup deras membuat adrenalin terpacu, tak ayal terikan-terikan bercampur dengan tawa keluar tanpa bisa di tahan. Yah, permainan seperti ini sepertinya bisa menjadi salah satu pilihan untuk melepaskan kepenatan selama seminggu menjalani rutinitas yang terlalu serius. Meskipun menyenangkan tapi tetap perlu berhati-hati karena di beberapa bagian dari sungai terdapat batu-batu besar, jika tidak hati-hati bisa melukai tubuh (maaf kata misalnya pantat atau kaki).

River tubing for the first time ^_^


Tempat ini mungkin tak semenarik objek wisata lainnya, tapi bagi saya pribadi tetap akan menjadi pilihan jika ingin melepas penat atau beban-beban di hati (ceee ileee). Karena di sini bisa teriak sepuas-puasanya tanpa harus merasa keki.

QUOTES:
WE DON’T STOP PLAYING BECAUSE WE GROW OLD

WE GROW OLD BECAUSE WE STOP PLAYING


B29: Negeri Di Atas Awan - Lumajang

Puncak B29
Ting…!!! Begitu bunyi WA saya jam 6 pagi di hari Kamis yang manis. Setelah saya buka ternyata pesan dari Cacink (teman trip dari LMP) isinya seperti ini:
Cink: “Mer, sabtu besok ikut k B29 gak? Ak ma ms Aris, Mb Aniss”.
Mer: “Naik apa?”
Cink: Naik motor
Mer: Aku bareng km gitu ta? Boleh2…
       Aku ikuuuttt….

Yah sesederhana itu saja setiap kali mau trip.Kalau mau jalan2 itu jangan kebanyakan mikir, nanti ujung-ujungnya malah gak jadi. Seperti waktu itu sebenarnya saya pikir mau istirahat dulu karena baru pulang dari Ranu Kumbolo, tapi mumpung ada yang nawarin ya hayuk. Kesempatan gak selalu datang 2 kali kan...

Jadilah hari Sabtu sepulang kerja saya packing beberapa barang sambil menunggu Si Cacink jemput. Awalnya janjian jam 7 mepo di POM Candi, tapi saya baru di jemput setengah 7 jadilah jadwal mundur dari yang sudah disepakati. Hal biasa di timur, tapi bagi saya gak biasa. Namun karena ini ikut orang maka saya mengekor aja apa kata mereka, yang penting gimana caranya menikmati setiap perjalanan.

Jam 9 malam kami start dari Pom Candi ber-sepuluh menuju ke Lumajang, ditengah jalan kami ketambahan 1 orang lagi. Syukur di sepanjang jalan tak ada macet sehingga perjalanan kami bisa berjalan lancar. Tengah malam kami tiba di Probolinggo dan berhenti di salah satu Pom Bensin untuk mengisi bensin dan juga perut.

Setelah kenyang kami melanjutkan perjalanan. Memasuki daerah desa Arogsari, kecamatan Senduro-Lumajang, jalan mulai menanjak tajam dan berkelok-kelok meskipun masih berasapal namun terdapat lubang di beberapa bagian. Udara dingin mulai terasa menusuk tulang, beruntung saya sudah merangkap celana jeans saya dengan celana parasut sehingga cukup terlindung dari dingin. Teman yang menggunakan jeans merasa lebih kedinginan karena itu saran aja sih kalau mau naik ke tempat tinggi sebaiknya jangan menggunakan jeans.

Kami tiba di sebuah warung sekitar jam 2, di sana kami menghangatkan badan dengan bara api yang ada di warung itu sambil meminum secangkir teh panas untuk menghalau dingin sambil di temnai oleh beribu-ribu bintang di langit yang terasa begitu dekat. Di tempat ini sudah tampak ramai dengan tukang ojek yang siap sedia mengantar sampai ke puncak dengan membayar 50ribu rupiah. Cukup mahal untuk trip backpackeran, tapi jadi pilihan yang lebih baik daripada jalan kaki. Karena setelah warung ini jalanan benar-benar jelek. Aspal dengan lubang besar di sana-sini, tikungan tajam yang cukup berbahaya serta jalan menanjak memkasa kita untuk esktra hati-hati.

Semakin ke atas tak ada aspal lagi, yang ada hanyalah jalan tanah yang berdebu dan menanjak, dengan tekstur yang tak jelas karena keseringan di lewati motor. Akibatnya kami beberapa kali harus turun dari motor dan berjalan kaki karena ban motor hanya bisa berputar di tempat, bahkan melorot ke bawah.

Sesampainya di pos retribusi, kami memutuskan untuk memarkirkan 2 motor matic yang kami bawa, karena tak ingin mengambil resiko yang lebih besar. Sementara 3 motor yang lain tetap melanjutkan perjalanan sampai puncak. Setelah membayar retribusi sebesar 5000 rupiah kami berlima (Aris, Syai, Anis, Cacink dan Saya) melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Disinilah penyiksaan di mulai. Tersiksa bukan hanya karena jalan menanjak yang harus di lalui, tapi karena debu yang beterbangan di sana sini setiap kali motor-motor ojek lewat.

Jalan berdebu yang membuat sesak nafas dan mata perih di tambah gelapnya jalanan menyempurnakan penderitaan menuju puncak B29. Di tengah jalan sempat tergoda untuk naik ojek saja, tapi melihat teman-teman yang lain tetap berjalan kaki membuat saya mengurungkan niat tersebut. Tapi saya sarankan bagi yang ingin ke B29 sebaiknya naik ojek saja, jalan kaki bukan pilihan yang bijak. Entah berapa ton debu yang sudah masuk ke paru-paru gara-gara memilih untuk jalan. Selain itu perlu waspada karena di kiri dan kanan berupa jurang.



Kami belum sampai puncak, tapi semburat fajar pagi sudah kelihatan di langit. Kami pun mulai mempercepat langkah kami, berharap masih bisa menikmati sunrise di puncak. Beruntung puncak sudah di depan mata dan saat kami tiba bola emas sang mentari belum tampak. Di puncak sudah di penuhi oleh para pendaki lain yang sedang menikmati sunrise. Tampak beberapa tenda yang masih berdiri bekas para pendaki yang memilih menikmati malam diketinggian 2900mdpl ini.





Saat mentari mulai bersinar terang, pemandangan disekitar semakin jelas. Di bagian barat tampak Gunung Bromo berdampingan dengan Gunung Batok yang di kelilingi oleh lautan pasir. Di sebelah timur tampak bukit dan lembah yang disulap menjadi perkebunan oleh warga setempat. Dari atas puncak di kejauhan tampak lautan awan putih, mungkin itulah yang menyebabkan beberapa orang menyebut tempat ini sebagai “negri diatas awan”. Di bagian Selatan tampak berdiri kokoh Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Tanah Jawa. Dan Di bagian Utara tampak puncak B30 menjulang tinggi. Benar-benar pemandangan yang begitu indah yang membuat saya lupa semua penderitaan mencapai tempat ini.

Setelah puas menikmati semua bonus pemandangan di puncak B29, kami pun kembali menuruni jalan sudah susah payah kami lewati di kegelapan tadi. Tapi tenang saja meskipun sedikit mendebarkan karena jalan yang ekstrim dan berdebu, tapi disepanjang perjalanan mata kita dimanjakan dengan bukit-bukit yang di sulap jadi perkebunan cantik dan rapi oleh warga di sana. Jadi saat melewati jalan ini di siang hari jangan lupa untuk tolah-toleh kiri kanan ya. 


Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo