Solo Backpacker ke Jepang – Zojoji Temple, Tokyo Tower, Hiejinja Shrine, Yanaka, Roppongi Hills (Hari 5 - End)

Zojoji Temple

Wew gak terasa sudah hari terakhir aja, hari ini agak malas-malasan bangun pagi karena emang sudah gak ada planning mau kemana. Bangun pagi karena kudu packing barang yang sudah gak cukup sekoper lagi (semua gara-gara Daiso hahaha). Tapi mengingat saya harus check-out jam 10 so akhirnya memaksakan diri untuk bangun juga. Setelah menitipkan barang di resepsionis saya lalu keluar hostel sekitar jam 9-an. Btw hari terkahir ini challenging banget soalnya saya sendiri tanpa ada bantuan internet sama sekali karena paketan saya berakhir tadi malam.

Tujuan hari terakhir ini hanya untuk memanfaatkan tiket Subway sepuasnya jadi nyari objek wisata yang dapat dijangkau dengan Subway. Salah satu yang terpampang jelas di tiket subway itu adalah Tokyo Tower jadilah tujuan utama saya ketempat ini. Dengan bantuan aplikasi offline dari “Tokyo Subway Navigation” asal tau nama stasiunnya, maka akan lebih mudah untuk menentukan naik line apa. Untuk ke Tokyo Tower sebenarnya ada beberapa line tapi waktu itu saya menggunakan Asakusa Line turun di Daimon dan ternyata ini bukan pilihan yang cukup bagus karena harus jalan sejauh 10 menit. Jika lewat Oedo Line lalu turun di Akabanebashi hanya perlu berjalanan 5 menitan.

Tokyo Tower & Kuil Zojoji
Dari depan stasiun Akabanebashi memang Tokyo Tower sudah kelihatan seakan-akan sudah dekat tapi ternyata lumayan jauh juga. Dengan petunjuk posisi Tokyo Tower saya jalan terus mengikuti feeling berjalan lurus dari exit Daimon. Tak lama saya ketemu sebuah pertigaan dan di seberang jalannya ada gerbang kuil berwarna merah, di atasnya tampak menjulang tinggi Tokyo Tower. Yes.. I got it. Sambil nunggu lampu merah buat mobil saya selfie dulu merayakan keberhasilan hari ini. Saat menuliskan bagian ini saya baru tahu kalo gerbang merah itu disebut Sangedatsumon dan merupakan salah satu benda peninggalan sejarah yang dilindungi pemerintah. Wah tahu gitu saya foto lebih bagus ya…
View dari exit Daimon
Gerbang Sangedatsumon
Gerbang Sangedatsumon dari seberang jalan
Setelah melewati gerbang Sangedatsumon (ada kepercayaan kalo melewati gerbang ini maka pikiran kita akan dibersihkan dari yang jahat dan dijauhkan dari penyakit) kita akan ketemu beberapa anak tangga dan dari bawah sini pemandanganya sangat bagus yaitu paduan antara kuil tradisional, Tokyo tower, langit biru dan pepohonan. Sepertinya ini spot wajib untuk difoto. Beruntung waktu itu ada pelajar Jepang yang lewat jadi saya bisa minta tolong difotokan (abaikan). Waktu mengitari tempat ini tampak beberapa pohon seperti pohon sakura (maklum gak tahu pohon sakura seperti apa kalo lagi gak berbunga) so pasti akan jauh lebih indah jika bisa kesini saat musim sakura. 
Pohon Sakura bukan?
Kolaborasi Zojoji & Tokyo Tower
Numpang narsis
Saat menaiki tangga itu saya melipir ke sebelah kanan karena terusik dengan suara angin yang berbeda. Dan ternyata disana ada begitu banyak patung dari batu seperti bayi kecil dengan kincir angin dan bunga warna-warni. Karena saya gak tahu ini tempat apa tiba-tiba merinding sendiri karena saya pikir ini kuburan bayi. Tapi ternyata patung itu adalah patung Budha Jizo kecil dan sengaja diberi kincir angin sebagai simbol untuk memohon agar anak-anak tumbuh dengan sehat jumlahnya sektiar 1300. Pantes saja tiap kali angin bertiup kuil yang tadinya sepi mendadak ramai dengan bunyi kincir angin.
Taman di Kuil Zojoji
Area tempat patung Budha Jizo
Tempat sembahyang disebelah aula utama
Aula utama Zojoji
Sebenarnya saya gak tahu sih kalo ternyata dekat Tokyo Tower ini ada kuil karena gak sempat survey. Setelah googling baru tahu nama kuil ini Zojoji yang merupakan tempat peristirahatan terakhir para jenderal-jenderal Tokugawa. Pantas saja waktu mengitari area ini untuk nyari jalan ke Tokyo Tower saya ketemu banyak kuburan. Gara-gara itu akhirnya saya mengurungkan niat menaiki tangga yang jalannya entah berakhir dimana. Rada parno juga karena waktu itu sepi banget hanya ada beberapa orang yang lewat. Benar-benar beda jauh dengan kuil Sensoji.

Hie Jinja
Setelah puas memotret Tokyo Tower saya kembali jalan menuju ke Stasiun Daimon lalu mencari line yang menuju ke Hie Jinja didaerah Nagatacho, Chiyoda. Ada banyak cara untuk ke kuil ini dan ternyata yang paling dekat yaitu pakai Line Chiyoda dan turun di Akasaka (3 menit jalan kaki). Tapi lagi-lagi saya salah memilih rute, saya malah naik Ginza Line  dan turun di Akasaka-Mitsuke (8 menit jalan kaki). Tapi karena berada dipinggir jalan jadi tidak terlalu susah menemukannya. Gerbangnya yang berwarna hitam tepat berada di pinggir jalan dan hanya perlu menaiki beberapa anak tangga saja kita sudah bisa melihat jejeran torii dengan warna orange mencolok mata. Tujuan saya kesini memang hanya ingin mengambil gambar torii ini jadi saya banyak menghabiskan waktu disini. Agak susah mengambil foto yang bagus karena saya hanya modal tripod mini dan  sangat jarang orang yang lewat mungkin karena ini gerbang bagian belakang.
Gerbang Belakang Hie Jinja
Torii Hie Jinja
Bagian atas dari Torii
Tempat gantung permohonan doa
Selesai mengambil gambar saya menaiki anak tangga satu per satu. Benar-benar amazed dengan bentuk torii ini. Oh iya konon katanya kalo melewati torii kita harus berjalan di bagian pinggir karena ada kepercayaan bahwa bagian tengah merupakan jalan yang dilewati oleh Dewa. Tapi waktu itu saya tidak tahu jadi dengan pedenya saya jalan di tengah-tengah torii sambil mengambil video. Sesampai di atas saya disambut dengan gerbang yang lebih besar dengan hiasan bendera merah dengan tulisan kanji berwarna putih di kiri kanan. Seperti pada umumnya dikuil ini juga terdapat tempat untuk menggantung doa-doa tepat disebelah kiri dari kuil utama. Masuk di halaman utama ternyata lumayan ramai. Entah ada kegiatan apa karena beberapa orang berkumpul disini dan melakukan beberapa ritual. Tidak banyak yang bisa saya lakukan disini karena bangunan utamanya pun sedang direnovasi. Jadi saya langsung keluar melewati gerbang depan dengan gerbang berwarna putih. Kalo teman-teman kesini mungkin bisa mencoba gerbang samping yang katanya selain menggunakan tangga manual juga ada eskalator. Jarang-jarang kan liat kuil pake eskalator hehehe.
Hie Jinja dari depan
Aula utama Hie Jinja yang direnovasi
Gerbang depan Hie Jinja

Yanaka
Selesai dari Hie Jinja saya sudah tidak tahu mau kemana lagi sambil jalan mencari stasiun subway saya mikir keras mau kemana lagi, tapi tetap clueless. Sesampai di stasiun memanfaatkan wifi gratis saya mulai googling tempat wajib dikunjungi yang belum saya datangi di Tokyo. Setelah klik sana sini saya memutuskan untuk menuju ke Yanaka karena penasaran ingin tahu versi tradisional Tokyo seperti apa. Menurut beberapa web di google Yanaka ini merupakan satu-satunya kawasan distrik kuno di Tokyo dan merupakan tempat yang wajib didatangi. Disini kita bisa melihat kehidupan masyarakat Jepang secara natural.
Yanaka
Miniatur kucing banyak ditemui ditempat ini
Pasar Yanaka

Pasar Yanaka
Keluar dari stasiun Nippori karena gak bisa pake GPS di HP jadi pakai GPS manual (Gunakan Penduduk Setempat). Seperti yang sebelum-sebelumnya saya ceritakan orang Jepang itu sangat helpful jadi jangan sungkan untuk bertanya daripada tersesat dijalan. Saat itu saya melihat seorang bapak dengan pakaian rapi ala-ala pekerja kantoran sedang berdiri di depan pintu keluar stasiun. Beliau tampak sibuk dengan hapenya tapi karena tidak punya pilihan lain saya bertanya juga. Meskipun sibuk tapi saat mendengar saya bertanya dia langsung menghentikan kegiatannya dan keluar bersama saya ke jalan raya. Sambil menjelaskan cara ke Yanaka yang dia juga gak yakin apa itu benar. Karena sungkan mengganggu waktu sibuknya saya menganggung dan say “ohh” seakan-akan saya sudah mengerti padahal tetap blank, demi menghargai usaha beliau untuk menolong saya. Bapak itu bahkan sempat say sorry karena Inggrisnya sangat buruk jadi tidak bisa jelasin secara gamblang. Tapi tetap saja saya sangat berterima kasih setidaknya keluar dari stasiun saya tau harus kearah mana.

Singkat cerita pada akhirnya saya nyasar lagi dan harus bertanya berkali-kali untuk bisa sampai di daerah Yanaka yang sebenarnya. Tapi tak masalah nyasar adalah bagian dari perjalanan untuk tahu lebih banyak. Karena nyasar ini saya ketemu bangunan-bangunan jaman dahulu jepang yang kayak di doraemon. Kebanyakan rumah-rumah dengan dua lantai dengan design minimalis. Didaerah ini sangat sepi dan jauh dari hiruk-pikuk metropolitan Tokyo. Melewati rumah-rumah penduduk disana membuat saya bisa merasakan gimana kehidupan sehari-hari mereka. Agak susah untuk menggambarkan nikmatnya melewati daerah ini, kayaknya kalian harus kesana sendiri hahaa..
Gerbang belakang Yanaka Ginza
Camilan sepanjang jalan
Camilan murah-meriah
Sesampai di Yanaka Ginza yang saya kenali dari gerbangnya, saya mulai mengeksplore kiri kanannya yang dipenuhi dengan berbagai macam jajanan murah mulai dari 100 yen. Untung saja saya sudah sarapan kalo nggak bisa lapar mata dan beli segala macam. Selain makanan disini juga ada berbagai macam seafood mentah, bunga-bunga, buah-buahan, sampai peralatan rumah tangga lainnya. Tampak seperti pasar tradisional dan beberapa orang lalu-lalang membawa belanjaan mereka. Oh iya tempat ini juga terkenal sebagai kota kucing karena selain banyak kucingnya, disini juga banyak toko-toko khusus untuk perawatan dan  makanan kucing, miniatur kucing bahakan sampai makanan berbentuk kucing juga. Jadi buat kalian pecinta kucing wajib datang kesini.
Yuyake Dandan
Toko Kerajinan Tangan
Karena tidak tahu harus kemana jadi saya terus menyusuri jalan ini sampai ketemu anak tangga yang dikenal dengan sebutan Yuyake Dandan. Tempat ini terkenal karena dipuncak tangganya kita bisa melihat matahari terbenam. Dari atas sini juga kita bisa melihat keseluruhan pasar Yanaka Ginza. Tidak heran kalo sunset ada banyak orang yang foto-foto disini. Tapi saya gak mungkin nunggu sampai sunset karena harus ke bandara jadi saya bergegas mencari stasiun subway terdekat. Tapi ternyata sangat susah mencari orang yang bisa berbahasa Inggris disini jadi walhasil saya nyasar lagi dan harus berjalan jauh untuk bisa ketemu stasiun subway. Gara-gara nyasar  juga akhirya saya melewati beberapa kuil and kuburan sampai stasiun kereta api bonus fotografer cakep disana. See… nyasar gak selalu buruk kan. hahaha

Roppongi Hills
Sebenarnya saya ketempat ini hanya iseng aja pokoknya sudah menjejakkan kaki disini dan mengobati rasa penasaran, jadi saya tidak sempat mengeksplore lebih banyak. Keluar dari stasiun langsung menuju ke taman Roppongi dengan Patung laba-laba sebagai iconnya. Nah pas keluar dari stasiun angin tiba-tiba bertiup begitu kencang sampai orang-orang pada menyingkir ke dalam gedung. Gara-gara ini juga akhirnya saya gak bisa berlama-lama disini dan langsung meninggalkan tempat ini. Jadi gak sempat unutk lihat kolam dan area taman yang lain. Tapi buat teman-teman yang mau kesini kalo pas musim Sakura katanya bagus banget karena ada banyak pohon sakura disini jadi jangan sampai dilewatkan ya.
Rappongi Hills
Mori Tower
Patung laba-laba ya
Nah kesimpulan dari trip saya hari ini untuk bisa mengelilingi 5 spot terkenal diatas ternyata tak perlu mengeluarkan banyak duit transportasi kalo sudah beli Subway Tiket. Seandainya saya memilih tempat yang dekat subway maka sepanjang hari itu saya gratis transportasi. Tapi beda cerita kalo teman-teman beli JR Pass sudah pasti lebih baik nyari penginapan yang dekat denagn stasiun JR. Hehehe so buat teman-teman yang akan kesana mungkin bisa jadi masukan ya.

Pengeluaran H-5
Jumlah
JR Ueno
160
Dumpling
250
Snack
100
JR Ueno
160
Food
498
Total
1168 (Rp. 135.488)

Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo