MT. PANDERMAN (2000 Mdpl) – Malang (11-12 April 2015)



Setelah beberapa kali ke pantai kali ini saya mencoba kemampuan saya mendaki gunung. Kata orang bagi pemula yang ingin mendaki sebaiknya mencoba Panderman dulu mengingat trackingnya yang tidak terlalu sulit. Sehari sebelum keberangkatan saya menghubungi korlapnya (baca: Yudhist) kami pun janjian untuk ketemu di daerah TP. 

Sepulang kerja saya segera siap-siap lalu menuju ke tempat mas Yudhist menunggu, sementara Evi (backpacker mate) sudah duluan ke arah Sidoarjo. Sesampai di meeting point daerah Aloha kami menunggu teman-teman yang lain dari gresik. Setelah semua anggota lengkap, sekitar jam 6 kami breafing dan berdoa sebelum menuju ke Malang. Diperjalanan beberapa kali kami harus berhenti karena beberapa teman terpisah dari rombongan hal ini menyebabkan kami butuh waktu lebih lama dari biasanya.

Tempat parkir motor
Sekitar jam 10.30 kamit iba di alun-alun batu, setelah bertanya ke beberapa warga kami ditunjukkan arah menuju ke Panderman. Saat memasuki area menuju Pos Pantau Panderman jalan menanjak begitu tajam, sehingga perlu berhati-hati. Bahkan salah satu motor teman saya tiba-tiba mogok di tengah tanjakan sehingga motor saya hampir menabraknya, beruntung teman saya yang menyetir cukup tangkas sehingga bisa menghindar. Jadi sebaiknya saat melewati jalan ini harus menjaga jarak antara kendaraan satu dengan kendaraan yang lain.

Sekitar 10 menit perjalanan kami menemukan sebuah TK yang di jadikan sebagai lahan parkir bagi para pendaki. Disana sudah ada banyak motor para pendaki yang mungkin sudah mendahului kami ke atas. Kami beristirahat sejenak di tempat ini sebelum memulai tracking. Beberapa teman kembali turun ke bawah karena lupa membeli air mineral dan kebutuhan logistik lainnya.Memang semua kebutuhan harus diperhitungkan dengan baik sehingga mencukupi selama berada di gunung. Sebab sudah di pastikan tidak ada warung selama di perjalanan.

Tepat jam 12.00 kami memulai tracking, kami menuju ke Pos tempat melapor sekaligus membayar retribusi sebesar Rp. 3000. Setelah melewati pos ini jalanan mulai berbatu dan licin karena tanah yang masih basah. Kami perlu berhati-hati karena cahaya bulan tidak tampak sehingga kami hanya mengandalkan penerangan dari senter dan lampu HP.

Setelah berjalan 2 jam lebih dari ketinggian tampak kerlap-kerlip lampu kota Malang begitu indah, sayangnya saya hanya mengandalkan kamera HP sehingga tidak bisa terpotret dengan jelas. Semakin ke atas, trackingnya semakin susah karena semakin licin sehingga mudah terpeleset jika tidak berhati-hati. Beruntung di beberapa tempat ada akar-akar pohon yang bisa dijadikan pijakan kaki dan tempat untuk bergelantungan.

Malam semakin larut, udara dingin semakin nusuk tapi kami terus bersemangat melanjutkan perjalanan karena tak sabar ingin segera berada di puncak. Di beberapa area yang cukup datar kami menemukan para pendaki yang sudah lebih dahulu mendirikan tenda. Kami sempat tergoda untuk berhenti dan mendirikan tenda saja, karena beberapa teman mulai kelelahan tapi dengan dorongan teman seperjalanan yang lain kami akhirnya memutuskan untuk terus mendaki dan mendirikan tenda di puncak.

Plakat Bukti sudah di puncak

Kurang lebih 4 jam perjalanan kami pun mulai melihat seberkas cahaya di atas kejauhan, teman-teman mulai bersemangat sambil berteriak “puncaknya sebentar lagi, ayo semangat”. Sambil berlari-lari kecil kami menapaki selangkah demi selangkah dan akhirnya tada….. kami menemukan sebuah tiang dengan tulisan:
“MENUJU PUNCAK DEMI KEDAMAIAN JIWA
BUKAN BUANG SAMPAH
PUNCAK GUNUNG PANDERMAN
2000M DPL
KOMUNITAS PENDAKI GUNUNG RAYA MALANG”

Waw… saya benar berada di puncak sekarang. Meskipun bagi pendaki lain trackingnya biasa, tapi bagi saya yang baru pertama kali ini benar-benar luar biasa. Di puncak hembusan angin terasa begitu dingin apalagi bagi yang tak biasa ke gunung seperti teman saya yang menggigil sampai membuat teman yang lain panik karena takut terjadi apa-apa. Beruntung setelah di bungkus dengan sleepingbag dan berbagai selimut dia merasa lebih baikan. Dari pengalaman ini saya belajar kalo ada rekan yang terkena hipotermia jangan sampai tertidur, karena bisa menyebabkan kematian (rekan seperjalanan saya dulu ada yang mengalamai kejadian ini, salah satu temannya meninggal gara-gara hipotermia dan langsung tidur).
Thank God sampe puncak juga
Karena tak bisa menahan kantuk lagi, saya memilih masuk ke tenda dan beristirahat sejenak.Meskipun sudah memaki berlapis-lapis pakaian dan dibungkus dengan sleeping bag, saya masih merasa kedinginan tapi karena terlalu lelah akhirnya saya bisa terlelap sejenak. Jam 05.30 teman-teman cowo membangunkan kami untuk melihat sunrise. Sayangnya dari tempat kami sunrise terhalang oleh pepohonan sehingga tidak bisa melihat bulatan matahari. Tapi digantikan dengan pemandangan yang tidak kalah menarik karena di kejauhan tampak puncak sebuah gunung yang belakangan saya ketahui itu puncak Weliurang (Arjuno). Setelah puas mengambil beberapa gambar saya kembali menuju tenda untuk beristirahat sejenak karena melihat semua spot-spot yang bagus untuk berfoto masih dipenuhi dengan antrian pendaki yang ingin berfoto.

Sekitar jam 8 saya dibangunkan oleh teman untuk mengisi perut. Menikmati mie instant di atas puncak gunung ternyata menambah kenikmatan berkali-kali lipat. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah masak X_X. Setelah perut terisi, saya pun mulai aktif mengambil beberapa gambar. Meskipun sudah tertutup awan namun kali ini benar-benar bisa dengan leluasa karena sebagian besar para pendaki mulai turun meninggalkan puncak.


 Puas mengabadikan setiap spot, kami pun mulai berbenah dan bersiap-siap untuk turun kembali. Teman-teman yang lain kembali mengingatkan untuk memungut setiap sampah yang ada. Karena prinsip perjalanan ini adalah “hanya boleh meninggalkan jejak kaki, selain itu dilarang, terutama jejak sampah”. Bahkan ada yang berkata “bawa turun atau telan sampahmu!”.Keras memang tapi ini demi menjaga kelestarian dan keindahan alam ini.Karena jika bukan kita, siapa lagi?Masa truk sampah harus naik gunung untuk mengambil sampah-sampah kita?Jika bisa membawa ke atas beserta isinya, masa sisa bungkusnya aja tidak bisa di bawah kembali?So, bagi teman-teman yang suka traveling ingat selalu untuk menjaga kesetarian alam ini.Biasakan membuang sampah pada tempatnya seperti kata guru SD kita dulu.

Sampahnya kami bawa turun kok Bos

Eksplore Gili Labak – Madura (04-05 April 2015)

Perjalanan kali ini saya nikmati bersama dengan teman-teman dariLKBS (Langkah Kaki Backpacker Surabaya), Evi, plus 2 orang teman saya Iwan dan Erin. Jam 11 malam tepat kami menuju ke Halte Hoky sesuai meeting point yang sudah di tetapkan. Ketika kami tiba, masih banyak teman-teman yang belum datang, so sambil menunggu kami pun ngobrol satu sama lain supaya lebih akrab. Sekitar jam 1 malam mobil elf yang akan kami tumpangi baru datang, kami pun segera mengatur posisi dan segera memulai perjalanan kami.

Setelah menempuh perjalanan darat ± 4 jam dimana salah satu elf mengalami ban bocor, kami pun tiba di pelabuhan daerah Sumenep. Saat kami tiba hari masih gelap dan aktivitas pelabuhan belum terlalu ramai. Sambil menunggu hari  lebih terang kami pun menuju toilet untuk melaksanakan segala ritual yang tertahankan selama di perjalanan. Selesai MCK, kami pun segera menyerbu warung makan di sana untuk mengisi perut. Dengan 8.000 rupiah kami sudah bisa menikmati nasi campur (ayam, kering tempe, dan tumisan sayur) yang porisnya lumayan berlebihan untuk ukuran cewe. Jika ingin menyewa alat snorkeling, maka anda cukup dengan membayar 50rb rupiah (memang lebih murah jika sewa di Surabaya ±35rb aja). Setelah semua persiapan selesai dan perahu yang akan mengantar kami sudah datang, kami pun segera menyeberang kearah pulau Gili Labak.

Setelah terombang-ambing di atas lautan lepas selama 2 jam akhirnya kami tiba di Gili Labak.Dari jauh tampak pepohoan dengan hiasan pasir berwarna putih di bagian bawah. Saat perahu menepi,yang menyambut kami pertama kali adalah hamparan ikan asin yang sedang di jemur di atas kayu-kayu dan tentu saja berikutnya yang tercium adalah bau amis ikan asin itu.Tapi tenang saja, ini hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan oleh warga disna untuk menjemur ikan.Di sekitar pantai tampak berjejer perahu dari nelayan-nelayan di sana. Saat mengelilingi pulau ini, kami menemukan begitu banyak spot cantik untuk diabadikan di kamera. Bayangkan aja anda ada di tengah hamparan pasir putih yang di bagian dalamnya tampak rerimbunan pepohoan  berwarna hijau, dan di bagian luarnya tampak lautan yang berwarna biru, plus bonus hiasan akar-akar pohon yang sudah mati berwarna putih yang sangat unik bentuknya. Anda harus kesana dan mencoba berkreasi sendiri untuk mengambil gambar terbaik.Di beberapa tempat ada perahu kecil yang dibiarkan oleh pemiliknya tertambat begitu saja di pinggir laut. Nah ini bisa anda manfaatkan juga untuk berfoto-foto ria.

Saat mengelilingi Pulau ini kami mampir di sebuah warung untuk mengisi perut, sayangnya tidak ada makanan yang cocok di lidah saya selain MIE CUP. Tapi bagi teman-teman yang doyan nasi pecel ala orang Madura dan rawon di sana tersedia. Setelah selesai mengisi perut, kami pun segera kembali ke tempat teman-teman yang lain menunggu. Sebenarnya kami berencana untuk snorkeling jam 3 sore, menunggu matahari tidak terlalu panas, tapi menurut korlap (koordiant lapangan) kami sudah harus beres-beres pulang supaya tidak kemalaman. Sebenarnya sempat kecewa dan agak kaget juga soalnya menurut perjanjian jadwal pulang harusnya jam 5 sore, tapi ternyata ada miskomunikasi. Beruntung kami di beri kesempatan untuk snorkeling sebentar.Akhirnya jam 12 pas panas-panasnya matahari kami terjun ke laut sekedar memanfaatkan alat snorkeling yang sudah di sewa oleh teman-teman saya.Walhasil pulang dari Gili Labak kulit saya semakin hitam tidak terselamatkan lagi.

Kami hanya snorkling sebentar saja karena airnya sudah keruh sehingga tidak bisa melihat terumbu karang atau binatang laut yang lain. Menurut teman saya di bagian tengah lebih bagus dan lebih jernih tapi karena tidak bisa berenang dan waktunya sudah habis kami pun segera naik ke daratan dan bersipa-siap kembali ke pelabuhan.Setelah melewati 2 jam yang saya habiskan dengan tidur karena kelelahan, kami pun tiba di pelabuhan sumenep. Kami langsung menuju kamar mandi untuk mandi dan berganti pakain sebelum kembali ke Surabya.

Menurut saya pribadi Gili Labak ini tidak begitu recommended buat snorkeling apalagi buat pemula. Karena sudah pernah snorkeling di Tabuhan dan Menjangan, menurut saya GIli Labak jauh di bawah dari keindahan Tabuhan dan Menjangan.Di Tabuhan & Menjangan, cukup berada di daerah yang  anda bisa menemukan berbagai macam terumbu karang dan ikan hias, apalagi jika ingin mengeksplore lebih jauh kedalam lautan maka anda kan menemukan kekayaan alam lautan yang lebih beranekaragam lagi. Tapi dari sisi keunikan pantainya, jika hanya sekedar berfoto-foto, Gili labak memang jauh lebih baik dari Tabuhan atau Menjangan. Karena di sekitar Gili Labak dihiasi dengan berbagai bentuk akar pohon yang mungkin jarang di temukan di pantai yang lain. Demikian pendapat saya dan sharing saya. Jika ada salah kata mohon di maafkan :D

Lenggoksono, Bolu-Bolu, Klatakan & Banyu Anjlok



Tanggal 28-29 maret 2015 kemarin, saya bersama backpacker mate saya (baca:Evi) ikut trip sharecost Tour Dewa Dewi punya Mas Ardjuna. Dengan modal 150rb kami menuju ke malang selatan tanggal 29 pukul 01.30. Memang ngaret hampir 4 jam dari waktu yang di tetapkan, but it’s ok namanya juga ikut hajat orang banyak. Setelah menempuh perjalanan dengan elf kurang lebih 4 jam kami tiba di sebuah desa (maaf namanya gak tau) beberapa teman mampir untuk sholat di mushola, sambil menunggu saya menyempatkan diri menikmati dan mengabadikan pijar kuning keemasan dari sunrise. Setelah semua ngumpul kami melanjutkan perjalanaan sekitar 1 jam lagi. 



Pemandangan dari pesisir Lenggoksono


Saat memasuki kawasan Lenggoksono jalan-jalan mulai mengecil dan tampak berlubang di beberapa tempat, sehingga perlu berhati-hati saat melewati jalan ini. Sesampai di Lenggoksono yang pertama kali menyambut adalah jejeran warung yang menjajakan aneka makanan dan minuman. Menurut saya pribadi pantai lenggoksono kurang begitu menarik, mungkin karena sudah mulai kotor dengan sampah dan airnya tidak terlalu berwarna biru. Jadi daripada foto-foto saya beserta teman yang lain memilih untuk mengisi perut lapar kami. Setelah selesai makan kami bersiap-siap menuju ke bolu-bolu dan area sekitarnya.


Pantai Bolu - Bolu

Dengan sebuah perahu kami mulai menyeberng menuju ke pantai bolu-bolu. Sekitar 45 menit kami tiba, dan sesampai disana ternyata tempatnya juga kurang menarik meskipun airnya jauh lebih hijau dibandingkan Lenggoksono. Setelah mengambil beberapa gambar, saya dan teman-teman memilih untuk berteduh di bawah pohon sembari menunggu kapal yang akan menjemput kami. Beberapa teman yang lain sibuk bermain air dan berfoto-foto ria.

Hijaunya air di sekitar Klatakan
Dari Bolu-bolu kami menuju Klatakan tempat untuk snorkeling. Di tempat ini airnya begitu jernih dan berwarna hijau muda. Benar-benar menggoda setiap mata yang melihat untuk menceburkan diri. Tapi saya menahan diri karena mengingat hasil snorkeling saya selama di Tabuhan dan Menjangan yang berhasil membuat saya gosong masih berbekas. Selain itu menurut teman yang snorkeling sama sekali tak tampak ikan, yang ada hanya beberapa terumbu karang menambah keenganan saya menceburkan diri. 
 
Banyu Anjlok

Setelah teman-teman yang lain puas bermain air kami segera menuju ke Banyu Anjlok. Dissebut Banyu Anjlok karena airnya jatuh dari atas bebatuan menuju ke pantai. Ditempat ini merupakan pertemuan air tawar dan air laut. Karena penasaran ingin melihat dari bagian atas Banyu Anjlok, saya pun memberanikan dir memanjat batu besar dengan pertolongan sebuah tali. Sesampai di atas ternyata pemandangannya lumayan bagus tapi meman gharus berhati-hati karena batunya licin. Konon katanya ada pengunjung yang pernah terjatuh dari atas Banyu Anjlok ini. Saat  meneruskan perjalanan ke atas saya melihat beberapa warung yang menjajakan makanan. Berhubung saya kelaparan saya pun beristirahat dan menikmati pisang goreng sebelum turun kembali.


Pemandangan dari atas Banyu Anjlok


Puas menyusuri Banyu Anjlok saya bersama rombongan pun bersegera menaiki perahu dan kembali menuju ke pantai Lenggoksono. Setelah mandi dan berbenah kami pun segera kembali menuju ke Surabaya. Perjalanan singkat bersama teman baru dan suasana baru selesai sampai disini tapi di media sosial kami tetap terhubung satu sama lain. 

Lenggoksono
 
Pemandangan dari atas Banyu Anjlok


Air tawar terjun bebas menuju lautan
Powered by Blogger.

Search This Blog

Blog Archive

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

footer logo