Ada
tanggal merah di kalender itu rasanya gak afdol kalo di rumah aja. Sayangnya
tanggal merah kali ini merupakan perayaan bagi teman-teman yang beragama Muslim
sehingga kebanyak dari teman trip pada tinggal dirumah. Tapi emang dasar kaki
gatal ya, akhirnya saya dan Evi mutusin tetap berangkat berdua saja ke Malang.
Honestly, ada sedikit perasaan was-was karena trip kedua ini lumayan jauh tapi
bermodalkan doa dan keinginan yang kuat kami membulatkan tekad trip berdua
(rada bonek sih).
Kami
meninggalkan Kota Pahlawan menuju Malang sekitar pukul 9 malam. Perjalanan
cukup lancar sehingga kami tiba di Malang kota sebelum tengah malam. Karena tak
tahu arah yang harus dituju dan tak mau disesatkan GPS, kami pun berhenti untuk
menanyakan arah ke pantai Balekambang. Karena sesunggunya GPS manual alias
Gunakan Penduduk Sekitar lebih akurat daripada GPS elektronik.
Yang
kami tahu bahwa untuk menuju pantai kami harus menuju ke Malang Selatan.
Sayangnya, papan hijau disepanjang jalan gak ada yang menuliskan Malang Selatan.
Karena menurut Evi Kepanjen ada di Malang Selatan maka kami mengikuti jalan
yang menunjukkan arah ke Kepanjen.
Karena
sudah semakin larut dan jalanan semakin sepi kami akhirnya berhenti di salah
satu pom bensin yang cukup besar niatnya untuk istirahat disana. Setelah
ngobrol singkat sama pekerja disana, ternyata mereka tutup jam 3 karena akan
mengikuti takbiran. Oh my God, itu artinya tempat ini bakalan sepi dan mungkin
gelap-gulita. Namun karena tak ada pilihan lain kami tetap memilih beristirahat
disana. Saat kami tiba jam menunjukkan pukul 00.10 artinya sudah memasuki
tanggal 24 Oktober. Saya segera menuju ke Alfamart mau nyari kue tart buat
surprise-in si Evi karena hari ini dia ultah, tapi ternyata gak ada. Akhirnya
saya kembali ke Pom dan hanya bisa mengucapkan selamat ultah ala kadarnya. Btw,
Happy a quarter of century ya bro…
Lagi nyiap-nyiapain alas buat tidur, tiba-tiba ada segerombolan motor yang datang. Setelah cuap-cuap bentar, ternyata mereka ada yang mau ke Balekambang juga. Kami langsung nanyak boleh join grup mereka apa nggak, awalnya sih bilang iya. Eh pas kita bangun mereka udah pada ngilang aja ninggalin aku berdua sama si Evi. Ah… ternyata mereka PHP, but it’s oke. Mungkin trip ini memang harus dijalani berdua aja. Karena sudah terlanjur ditinggal tak ada pilihan lain selain menunggu hari lebih terang, so kami melanjutkan tidur menunggu alarm membangun kami jam 5 pagi.
Setelah
melewati malam yang dingin (ciyee…), tapi serius benar-benar dingin. Jam 6
kurang kami melanjutkan perjalanan menuju Balekambang. Dari Kepanjen kami menuju
arah Gondang Legi di sana ada penunjuk arah menuju ke Bantur dan setelah itu di
setiap pertigaan ada penunjuk arah menuju Balekambang. Karena emang pada
dasarnya Malang merupakan kota wisata, jadi semua penunjuk arahnya cukup jelas
jadi bagi kalian yang ingin trip solo gak perlu kuatir bakalan nyasar.
Saat menuju Balekambang harus melewati hutan rimba, benar-benar pilihan tepat melanjutkan perjalanan saat pagi hari. Gak bisa bayangin seberapa seramnya kalo melewati hutan ini di malam hari. Semkain mendekati pantai jalanan mulai berkelok-kelok dengan tikunga tajam serta tanjakan dan turunan yang cukup ekstrim. Beruntung jalanan sudah di aspal sehingga tidak terlalu berbahaya. Berhubung kami tiba di sana sangat pagi, maka kami tidak membayar uang retribusi dan bebas markir motor dimana saja.
Sebenarnya
dulu sudah pernah datang ke tempat ini, tapi pas jaman kuliah jadi datang
benar-benar hanya main air. Maklum dulu hape belum mendukung untuk pota-poto. Setibanya
di tempat ini rupanya sudah banyak yang berubah. Pantainya sudah ditata dengan
lebih cantik, warung makan berjejer dengan rapi dan terdapat gazebo-gasebo mini
untuk menikmati pantai dari pesisir. Mungkin yang paling baru adalah tulisan
BALEKAMBANG BEACH degan huruf besar berwarna putih berdiri kokoh menyambut para
pengunjung yang baru datang. Tak ingin membuang-buang waktu kami segera
mengambil beberapa gambar di tulisan itu sebelum rame dan antri dengan
orang-orang.
Karena
masih termasuk dalam gugusan pantai selatan maka ombak disini sangat besar
sehingga bagi para pengunjung dilarang berenang di pantai, kecuali di pesisir
dekat jembatan menuju Pura. Oh iya karena disini ada Pura (Amerta Jati) yang
sama seperti di Tanah Lot, seringkali orang salah kaprah bahwa Balekambang ini
ada di Bali. Dari atas jembatan yang menghubungkan pantai dengan Pura, dibawah
sana tampak ikan-ikan kecil berenang kesan kemari karena airnya yang sangat
bening. Sempat tergoda untuk menceburkan diri, tapi berhubung masih ada pantai
lain yang harus di datangi jadi kami hanya mengambil beberapa gambar saja.
Menikmati pantai dari tempat ini emang gak ada bosannya. Sejauh mata memandang
tampak biru dengan pasir putih mengelilingi pesisir pantai. Terdapat beberapa
pepohonan yang menambah eksotiknya tempat ini. Jika tak ingat jam, rasanya
ingin lebih lama di tempat ini.
Sebelum
melanjutkan perjalanan ke Pantai Ngilyep kami mampir disebuah warung untuk
mengisi perut. Cukup dengan 15ribu saja kita sudah bisa memilih menu makanan
sesuai selera. Selesai makan, kami segera menuju ke Pantai Ngliyep. Menurut ibu
pemilik warung, pantai Ngliyep masih sangat jauh masih butuh waktu 2 jam. Ahhh
sempat bikin keder juga tapi toh akhirnya kami tetap melanjutkan perjalanan. Pantai
Ngliyepnya diartikel selanjutnya ya, mau makan dulu.
Kalau anda mencari amannya
saja dalam kehidupan, Anda memutuskan bahwa Anda tidak lagi ingin berkembang
[Shirley Hufstaedler]